Rabu, 22 Juni 2016

# Bioteknologi

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TUMBUHAN Acara II (Teknik Aseptik)




LAPORAN
PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

Acara II
(Teknik Aseptik)

Oleh:
Kelompok 4 / Shift 1
Marisanti                                (130210103003)
Titan Satria Ananda             (130210103014)
Ayuni Dwi Anggraeni           (130210103024)
Rose Lolita                             (130210103027)
Siti Nailatul Farkhah            (130210103035)
Novi Cahya Christanty         (130210103037)
Ida Rusminingsih                  (130210103041)
Heni Lusiana                         (130210103044)
Nina Asmayah                       (130210103047)
Anisya’ Miftahul Khusna     (130210103091)

LABORATORIUM KULTUR JARINGAN TUMBUHAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB I. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tanaman adalah makhluk hidup yang berperan sebagai produsen di dalam ekosistem. Tanaman dapat berkembang biak secara generative maupun vegetative. Secara generative artinya tanaman berkembang melalui penyatuan benang sari dan putik atau polinasi. Tanaman yang berkembang biak secara vegetative artinya tanaman tersebut memperbanyak diri tanpa melalui pertemuan gamet jantan dan betina. Perkembangan vegetative akan menghasilkan anakan yang memiliki sifat sama dengan dengan induknya
Kultur Jaringan merupakan suatu teknik perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian tanaman yang berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Praktek kultur jaringan tanaman bermula dari pembuktian sifat totipotensi (total genetic potential) sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai.
Perbanyakan secara kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman tanaman dalam jumlah yang sangat banyak dan membutuhkan waktu yang relative singkat. Perbanyakan dengan kultur jaringan tidak dapat dilakukan secara langsung melainkan harus menggunakan ala tang lengkap dan steril di dalam laboratorium. Kebersihan alat akan mempengaruhi perkembangan suatu tanaman sehingga dibutuhkan alat-alat yang steril dan ruangan yang steril dan pengerjaan yang hati-hati untuk mendapatkan hasil yang baik.
Kontaminasi yang terjadi pada kultur jaringan merupakan fenomena yang cukup mengganggu dalam proses kultur jaringan. Namun kontaminasi juga dapat dicegah dengan perlakuan- perlakuan yang aseptic. Oleh karena sangat penting mempelajari dan mempraktekkan langsung bagaimana teknik aseptic tersebut untuk mencegah adanya kontaminasi pada kultur jaringan.

1.2  Tujuan
Mengetahui cara sterilisasi lingkungan kerja, alat dan media, serta bahan tanam.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Aseptik adalah suatu keadaan terbebas dari organisme yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu pertumbuhan organisme utama. Keadaan terbebas ini mulai dari peralatan, media, bahan tanam dan lingkungan kerja. Ada beberapa persyaratan utama dalam laboratorium dan semua fasilitas dan sarana yang ada didalamnya agar tetap salam kondisi aseptik (steril).
Salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan penanaman secara in vitro adalah sterilisasi bahan tanam (eksplan). Eksplan yang akan ditanam pada media harus bebas dari mikroorganisme yang menyebabkan kontaminan. Tahapan sterilisasi menjadi salah satu kendala utama keberhasilan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Indonesia juga mempunyai iklim tropis yang memungkinkan kontaminan seperti cendawan dan bakteri terus tumbuha sepanjang tahun. Untuk jenis tanaman tertentu, sterilisasi susah dilakukan karena kontaminan berada pada bagian internal dari jaringan tumbuhan tersebut.
Sterilisasi merupakan proses pembebasan bagian permukaan atau medium dari semua mikroorganisme baik dalam fase vegetatif atau spora (Priyadarshini, 2011). Proses aseptik memainkan peran penting dalam memberikan formulasi steril yang tidak dapat disterilisasi. Namun, sterilisasi terminal, dikhususkan menggunakan proses panas lembab, karena dianggap metode pilihan dalam mensterilkan (Gupta,2010 ). Sterilisasi alat-alat laboratorium dari gelas misalnya: petri, tabung gelas, botol, pipet, dll, juga untuk bahan-bahan minyak dan powder misalnya talk menggunakan sterilisasi dengan udara panas (hot air oven) (Putranto, 2014).
Sterilisasi eksplan dapat dilakukan dengan cara merendam bahan tanam dalam larutan kimia sistemik dengan waktu dan konsentrasi perendaman tertentu. sterilisasi dengna cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan satu macam atau beberapa macam bahan kimia. Pada umumnya bahan kimia yang sering digunakan untuk sterilisasi adlah alkohol, natrium hipoklorit (NaOCl), kalsium hipoklorit atau kaporit (CaOCl), sublimat (HgCl2), dan hidrogen peroksida (H2O2).
Autoclave digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang tahan terhadap panas dan untuk sterilisasi aquades dengan suhu 1210C selama 30 menit sedangkan untuk alat yang tidak tahan terhadap panas disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%. Begitu juga dengan media yang akan digunakan juga harus disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit (Fitri, 2012). Hal yang harus diperhatikan bila mengerjakan sterilisasi menggunakan autoclave adalah: harus ditunggu selama bekerja, hati-hati bila mengurangi tekanan dalam autoclave (perubahan temperatur dan tekanan secara mendadak dapat menyebabkan cairan yang disterilkan meletus dan gelas-gelas dapat pecah) (Putranto, 2014).
Laminar Air Flow (LAF) dan alat yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu dengan cara disemprot dengan alkohol 70%. Sebelum melakukan percobaan, alat yang akan digunakan diletakkan di dalam LAF, kemudian menyalakan Fan dan Lampu UV pada LAF selama 30 menit (Sitorus, 2011). Ketika lampu UV dinyalakan, pintu laminar air flowharus ditutup. Sementara itu, alat yang akan digunakan disterilisasi dengan cara menyemprotkan alkohol. Prinsip kerja laminar air flow adalah setiap peralatan yang masuk ke dalam harus steril. Dengan demikian, peralatan dan bahan yang diperlukan harus disemprot dengan alkohol 70% termasuk tangan kita (Sandra, 2004).
Dalam melakukan sterilisasi, kita harus mengetahui metode sterilisasi bahan tanam yang benar karena steril atau tidaknya bahan tanam akan mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan eksplan tersebut. beberapa penelitian menunjukkan bahwa dapat terbentuk suatu kalus dari bahan tanam yang tumbuh jika melakukan teknik kultur jaringan dalam kondisi aseptik dengan sterilisasi guna mengurangi kontaminasi mikroorganisme (Darini, 2012).
Sebelum dilakukan sterilisasi, pada tahap persiapan alat-alat yang akan digunakan semua peralatan dicuci bersih dengan menggunakan detergen dan larutan pemutih sampai bersih, dan membilasnya sampai bersih. Setelah dibersihkan kemudian alat-alat disterilisasi menggunakan oven atau autoclave. Bahan-bahan yang dapat disterilkan dengan menggunakan autoclave antara lain tutp botol plastik, peralatan gelas, peralatan diseksi, pipet, air murni, dan media kultur. Semua peralatan diseksi yang akan di sterilkan dibungkus dengan kertas atau aluminium foil. Setelah itu mengatur autoclave dengan suhu 1210C dengan tekanan 15 psi selama 15-20 menit. Untuk peralatan yang tebuat dari logam, wadah-wadah, gelas, aluminium foil dan lainnya dapat disterilisasi dengan cara pemanasan dalam oven pada suhu 130-1700C selama 2-4 jam (Tuhuteru, 2012).
Dalam mensterilkan eksplan, biasanya digunakan clorox 10% dan alkohol 70%. Sterilisasi eksplan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu eksplan dibersihkan dengan air mengalir sebanyak 2-3 kali, kemudian mencuci dengan detergen dan membilas dengan aquadest pada akhir pencuciannya. Eksplan direndam kedalam ethanol 70% selama beberapa menit. Kemudian dicuci dengan air sebanyak 2-3 kali dan direndam dengan 0,1% bavistin selama 15 menit. Selanjutnya dicuci dengan aquades sebanyak 2-3 kali. Lalu direndam kedalam HgCl2 selama beberapa menit dan kemudian dicuci lagi dengan menggunakan aquades (Lalitha, 2014).
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mensterilkan eksplan yang masih terbungkus dalam pelepahnya seperti jantung pisang yaitu dengan cara segera mencuci dengan menggunakan detergen dan membilasnya dengan menggunakan air yang mengalir. Selanjutnya, di dalam Laminar Air Flow cabinet, pelepah dibuang, lalu disemprot dengan alkohol 96% dan membakar pada bunsen. Setelah api padam, selanjutnya pelepah dibuka kembali, eksplan diambil secara hati-hati dengan melepaskan pelepah yang masih menepel satu demi satu dan kemudian ditanamkan pada botol kultur secara aseptik (Lalitha, 2014). Eksplan yang sudah di sterilkan kemudian akan di tanam kedalam media. Eksplan yang sudah ditanam akan diinkubasi dengan temperatur 28±20C dengan pengaturan cahaya yaitu 16 jam terang dan 8 jam gelap dengan intensitas cahaya 2000 lux (Ogero, 2012).
Tujuan utama dilakukan sterilisasi eksplan sebelum ditanam kedalam media adalah untuk menhilangkan mikroorganisme yang ada pada eksplan yang nanti akan menyebabkan terjadinya kontaminasi. Kontaminasi tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan, dimana eksplan akan mengalami hambatan dalam perkembangannya. Bahan kimia yang biasanya digunakan untuk sterilisasi media kultur jaringan adalah HgCl2 dan NaClO. Dalam mengatasi terjadinya kontaminasi biasanya digunakan antibiotik karena lebih efektif terhadap beberapa bakteri yang mengganggu pertumbuhan eksplan. Selain antibiotik, juga digunakan bahan kimia lain seperti clorox (NaOCl) yang merupakan pensteril permukaan jaringan tanaman.
BAB III. METODE PELAKSANAAN


3.1 Waktu dan tempat
Waktu             : Minggu, 22 Mei 2016 pukul 09:00 WIB – selesai.
Tempat            : Laboratorium kultur jaringan tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2 Bahan dan alat
Bahan  : kulit batang singkong, embrio jagung, alcohol 70%, aquadest, baycline, betadine, media yang sudah dibuat sebelumnya, detergent.
Alat     : LAF, botol selai, pinset, Bunsen, petridish, pisau.
3.3 Prosedur kerja
a. Kulit batang singkong
 












 










Mengambil jagung muda kemudian mencucinya dengan detergent kemudian membilasnya dengan air mengalir kemudian mengeringkannya selanjutnya dibawa ke LAF.
 
b. Embrio jagung


 









3.4 Parameter pngamatan
Parameter pengamatan yaitu adanya kontaminan pada media, pada eksplan embrio jagung parameternya adalah panjang tunas dan jumlah akar, untuk eksplan kulit batang singkong parameternya adalah respon terhadap media dan warna.



























BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil pengamatan
a. Kontaminan
Media
Embryo Jagung
Kulit Singkong
Hari ke - 5
Hari ke - 7
Hari ke - 5
Hari ke –7
K
K
K
K
A1
0
-
1
B
0
-
0
-
A2
0
-
0
-
0
-
0
-
B1
0
-
0
-
0
-
0
-
B2
1
B
1
B
0
-
0
-
C1
0
-
1
B
0
-
0
-
C2
1
B
1
B
0
-
0
-
D1
0
-
0
-
0
-
0
-
D2
0
-
0
-
0
-
0
-

b. Eksplan
Media
Embryo Jagung
Kulit Singkong
Hari ke - 5
Hari ke - 7
Hari ke - 5
Hari ke – 7
Jumlah akar
Panjang tunas
Jumlah akar
Panjang tunas
Respon
Warna
Respon
Warna
A1
3,5
3,75
4,5
4
Melengkung 5/7
Brownie
Melengkung 7/7
Brownie
A2
1
3
1
4,25
Melengkung ada kalus 4/4
Brownie
Ada kalus besar 4/4
Hijau kekuningan
B1
4
4,5
4
5,5
Melengkung 4/7
Brownie
Melengkung 5/7
Brownie
B2
1,5
7
1,5
7,75
Melengkung 4/4
-
Melengkung 5/7
-
C1
1
-
0
-
Melengkung 3/7
Brownie
Melengkung ada kalus 7/7
Brownie
C2
3
7,5
3
8,5
Melengkung ada kalus 4/4
Brownie
Melengkung ada kalus 4/4
Brownie
D1
1,6
5
2
5,75
Melengkung 3/7
Brownie
Melengkung 6/7
Brownie
D2
3,5
5,5
3,5
6,25
Melengkung ada kalus 4/4
Brownie
Melengkung ada kalus 4/4
Brownie
Keterangan:
∑   : jumlah kontaminan
K   : jenis kontaminan

4.2 Pembahasan
Setelah melaksanakan praktikum, kemudian didapatkan hasil pengamatan yang berbeda dari setiap kelompok. Dalam hal ini didapatkan 2 hasil pengamatan yakni kontaminan dan pertumbuhan eksplan. Masing-masing kelompok menggunakan zat pengatur tumbuh yang berbeda begitu pula dengan konsentrasinya. Hal ini mempengaruhi hasil pengamatan dari setiap kelompok.
Untuk hasil pengamatan mengenai kontaminasi, pada eksplan kulit singkong tidak mengalami kontaminasi di setiap botol. Namun, pada eksplan embrio jagung, terdapat berbagai kontaminasi seperti di ulangan A1, B2, C1, dan C2. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah ketidak higienisan praktikan dalam menanam eksplan. Tangan praktikan dimungkinkan tidak sepenuhnya terkena alkohol sehingga memicu kontaminan tumbuh. Pada saat bekerja di LAF, dimungkinkan kurang mengalami pemanasan pada bunsen serta penutupan dengan plastik kurang rapat, sehingga kontaminan masih dapat masuk.
Untuk hasil pengamatan pertumbuhan eksplan, hal ini sangat berkaitan erat dengan hormon yang bekerja pada setiap perlakuan.Pada eksplan embrio jagung, dapat dilihat bahwa pertumbuhan tunas yang pesat ditunjukkan oleh kelompok ulangan C2, karena pada kelompok ini memakai hormon IBA dan BAP. Kedua hormonini yang memicu pertumbuhan pada tanaman. Sedangkan untuk pertumbuhan akar, yang paling pesat dapat ditunjukkan pada kelompok ulangan A1 yang memakai hormon IAA. Hormon inilah yang dapat memicu pertumbuhan akar.
Sedangkan pada pertumpuhan eksplan kulit singkong, respon yang paling pesat ditunjukkan pada kelompok ulangan C2 yakni adanya kalus dari hari ke hari dan mengalami pertumbuhan serta berwarna brownie. Kelompok ini menggunakan hormon IAA. Hormon IAA ini merupakan hormon pemicu pertumbuhan tanaman.
Setelah diamati, ternyata hormon yang paling dominan berperan adalah hormon IAA. Menurut (Saad and Elshahed, 2012) mengatakan bahwa IAA adalah satu-satunya auksin alam yang terjadi di jaringan tanaman. Ada auksin sintetis lainnya yang digunakan dalam media kultur seperti asam asetat 4-chlorophenoxy atau p-kloro- asam asetat fenoksi (4-CPA, PCPA), 2,4,5-trikloroasetat asam asetat fenoksi (2,4,5 T), 3,6- dikloro-2-methoxy- asam benzoat (dikamba) dan 4- amino-3,5,6-trikloro-picolinic acid (picloram). Dalam kultur jaringan, auksin biasanya digunakan untuk merangsang produksi kalus dan pertumbuhan sel, untuk memulai tunas dan perakaran, untuk menginduksi embriogenesis somatik, untuk merangsang pertumbuhan.
Untuk melakukan kultur jaringan pada tanaman, maka diperlukan teknis steril atau teknis aseptik untuk menghasilkan eksplan dan tanaman kultur jaringan yang baik. Teknis aseptik ini bukan hanya dilakukan pada media maupun alat-alat yang akan digunakan untuk praktikum, melainkan juga diberlakukan pada badan praktikan seperti mengenakan masker dan sarung tangan. Teknis aseptik ini sangat diperlukan pada saat proses in vitro tanaman. Menurut (Mihaljević, dkk,2013) mengatakan bahwa tanaman yang terkontaminasi dapat mengurangi tingkat perkalian dan rooting atau mungkin mati. Teknis aseptik ini diperlukan untuk menghilangkan kontaminan asing termasuk bakteri dan jamur dari eksplan dan itu sangat sulit untuk mendapatkan bahan tanaman steril benar-benar bebas dari kontaminasi.
Menurut (Tyagi, dkk, 2011) mengatakan bahwa kontaminasi dengan mikroorganisme dianggap menjadi alasan yang paling penting untuk kerugian selama kultur in  tanaman. Mikroorganisme tersebut termasuk virus, bakteri, jamur, jamur, mikroba. Kehadiran mikroba ini biasanya disebabkan peningkatan mortalitas budaya tetapi juga dapat mengakibatkan pertumbuhan tidak berubah-ubah, nekrosis jaringan, mengurangi proliferasi tunas dan mengurangi rooting. Meskipun terbaik waktu dan pilihan upaya itu hampir tidak mungkin untuk menghilangkan kontaminasi dari in vitro tumbuh tanaman. Salah satu metode aseptik adalah dengan metode sterilisasi permukaan yang terbukti telah mengurangi tingkat kontaminasi eksplan daun yang dipilih secara langsung dari lapangan tumbuh tanaman obat sekaligus mengurangi waktu dan risiko yang terkait dengan penggunaan pelarut organik secara signifikan. Selama sterilisasi, bahan hidup tidak harus kehilangan aktivitas biologis mereka dan hanya kontaminan harus dihilangkan, karena eksplan disterilkan permukaannya hanya dengan pengobatan dengan larutan disinfektan pada konsentrasi cocok untuk jangka waktu tertentu. Disinfektan banyak digunakan adalah natrium hipoklorit.
Pada praktikum ini kami tidak hanya menggunakan larutan hipoklorit saja, namun sterilisasi juga menggunakan LAF (Laminar Air Flow). LAF ini juga merupakan alat yang digunakan saat menanam eksplan agar tidak mengalami kontaminasi. Bekerja di dalam Laf haruslah steril. Praktikan menggunakan masker dan tidak boleh bayak berbicra saat menanam eksplan. Sebelum bekerja di LAF, praktikan diwajibkan untuk menyemprotkan tangan dengan alkohol 70%, hal ini bertujuan agar semua pekerjaan dikerjakan secara steril dan menghambat pertumbuhan bakteri ataupun jamur kontaminan.
Di dalam LAF, sebelum eksplan ditanam , maka eksplan harus dipotong terlebih dahulu kemudian digojok dengan menggunakan baycline, kemudian setelah disayat, eksplan yang akan ditanam dibersihkan dengan menggunakan betadine secara berkala yakni dari onstentrasi rendah ke kosentrasi tinggi. Baycline dan betadine ini merupakan salah satu contoh laritan hipoklorit yang merupakan desinfektan terbaik untuk membunuh kontaminan, khususnya bakteri.
Dalam perlakuan in vitro, kami menggunakan baycline yang mengandung sodium hipoklorit.Menurut (Tyagi, dkk, 2012) mengatakan bahwa sodium hipoklorit biasanya dibeli sebagai pemutih cucian adalah pilihan yang paling sering untuk sterilisasi permukaan. Ini sudah tersedia dan dapat diencerkan dengan konsentrasi yang tepat. Keseimbangan antara konsentrasi dan waktu harus ditentukan secara empiris untuk setiap jenis eksplan karena fitotoksisitas. Kalsium hipoklorit digunakan terutama di Eropa dan konsentrasi umumnya digunakan adalah 3,25%, itu mungkin kurang merugikan menanam jaringan dari sodium hypochlorite. Ethanol adalah sterilisasi kuat agen tapi juga sangat fitotoksis. Oleh karena itu, eksplan biasanya diberi perlakuan pemberian larutan sodium hipoklorit itu hanya beberapa detik atau menit.
Menurut Yildiz (2012), Kultur jaringan tumbuhan adalah teknologi menggunakan tumbuhan propagul bagian yang digunakan yaitu bagian yang kecil dari jaringan tersebut (eksplan) yang tumbuh dalam medium dengan kondisi steril. Dalam mengkultur suatu tanaman perlu dilakukan sterilisasi eksplan agar eksplan yang kita tanam pada media nantinya tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan memasukkan eksplan kedalam etanol 70% lalu menunggu selama 25 detik kemudian mencucinya menggunakan aquades steril selanjutnya direndam dalam larutan sodium hipoklorit 1% selama 10 menit lalu dicuci dengan aquades steril secara bertingkat sebanyak 3-4 kali, sodium hypoklorit yang digunakan adalah bayclean dimana bahan ini digunakan sebagai antibakteria untuk membunuh bakteri yang terdapat disekitar eksplan. Sterilisasi eksplan ini dilakukan di dalam laminar air flow dengan kondisi aseptik. Menurut Ismail (2012), Laminar air flow sangat penting dalam proses sterilisasi dan penggunaanya harus hati-hati serta terampil. Selanjutnya eksplan diambil menggunakan pinset steril untuk kemudian diletakkan pada media.
Selain itu tahapan sterilisasi tiap eksplan berbeda disesuaikan dengan jenis eksplannya, sebagai patokan, konsentrasi bahan dan waktu yang diperlukan untuk sterilisasi eksplan diantaranya yaitu Sterilisasi Ringan, Eksplan kuljar direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit, lalu dengan air steril tiga kali. Sterilisasi Sedang, Eksplan kuljar direndam dalam HgCl2 0,1-0,5 mg/l selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril tiga kali. Sterilisasi Keras, Eksplan kuljar direndam dalam HgCl2 0,1-0,5 mg/l selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam alkohol 90% selama 15 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril tiga kali.
Eksplan dari jaringan muda dengan titik tumbuh mempunyai peluang membentuk tanaman lengkap lebih besar dibandingkan dari jaringan tua, karena jaringan muda  bersifat meristematis dan aktif membelah, pada lingkungan tumbuh yang cocok akan terjadi  proliferasi dan organogenesis. Eksplan ini ditanam di media dan diberikan hormon atau ZPT yang berbeda beda. Namun , tidak semua sel di dalam jaringan tanaman memberikan respon terhadap ZPT yang diberikan,   suatu sel hanya memberikan respon pada stadia tertentu dalam siklus pertumbuhan tanaman. Dengan demikian selain genotipe tanaman, kondisi fisiologi eksplan seperti kemampuan meristematis, juga stadia pertumbuhan dari sel atau jaringan juga sangat menentukan keberhasilan regenerasi tunas. Hal ini terkait dengan metabolisme sel, ketersediaan zpt endogen serta aktifitas gen-gen yang mengendalikan proses pertumbuhan dan perkembangan.
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan untuk mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan.
Callogenesis merupakan respon awal yang ditandai dengan terbentuknya kalus yang mulai terbentuk pada bagian tepi eksplan (bagian perlukaan) bagian atas maupun bagian bawah yang bersentuhan dengan media, tetapi kalus lebih cepat terbentuk pada bagian yang bersentuhan dengan media, yaitu bagian abaksial daun. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan proses pengambilan nutrisi medium oleh eksplan. Penyerapan unsur hara akan lebih baik karena terjadi kontak langsung antara media dengan bagian abaksial daun. Munculnya kalus pada bagian yang terluka diduga karena adanya rangsangan dari jaringan pada eksplan untuk menutupi lukanya. Hal ini sesuai literatur bahwa pembelahan sel yang mengarah pada terbentuknya kalus terjadi dari adanya respon terhadap luka dan suplai hormon alamiah atau buatan dari luar ke dalam eksplan.
Selain itu terdapat pula respon lain yaitu proses organogenesis eksplan secara in vitro terjadi dengan dua cara yang berbeda yaitu secara langsung dan tidak langsung. Eksplan menunjukkan respon organogenesis secara tidak langsung apabila eksplan tumbuh melalui kalus, kemudian akan berdiferensiasi menjadi tunas dan akar. Eksplan menunjukkan respon secara organogenesis langsung apabila eksplan tumbuh langsung membentuk tunas dan akar, tanpa melalui pembentukan kalus. Menurut Dhaliwal et al, 2003 (dalam K. Nisak), eksplan daun tembakau dapat membentuk tunas dan akar secara langsung atau tidak langsung, tergantung zat pengatur tumbuh dalam medium kultur .
Oleh karena itu, setiap eksplan memberikan respon yang berbeda-beda. Terbukti dari hasil pengamatan yang diperoleh setiap kelompok berbeda-beda. Misalkan pada A1 dan B1 (kulit singkong) kondisi eksplan maupun responnya berbeda. Dalam hari ke-5 pada A1 respon tanaman kulit singkong menunjukkan responnya yang berupa melengkung 5/7 sedangkan B1 memberi respon melengkung 4/7. Begitu pun pada hari ke-7 responnya semakin bertambah tetapi ada juga yang tidak mengalami perubahan, yaitu pada C2 dan D2 antara hari ke-5 dan hari-7 tidak ada respon yang berbeda atau tidak mengalami perubahan.














BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Teknik aseptic sangat diperlukan dalam pelaksanaan kultur jaringan untuk menghindari adanya kontaminasi. Kontaminasi dapat berasal dari manapun seperti dari lingkungan kerja, alat dan media, maupun dari teknik pengerjaan yang kurang steril. Teknik untuk mensterilkan tiap bahan, alat, media, dan bahan tanam berbeda-beda tergantung dari jenisnya.

5.2 Saran
Teknik pengerjaan kultur jaringan memerlukan kondisi yang steril, sebaiknya praktikan lebih tertib dalam pengerjaan kultur jaringan dan tidak banyak bicara saat bekerja.


















DAFTAR PUSTAKA

Darini, Maria Theresia. 2012. Efektivitas Sterilisasi dan Efisiency Media Morashige Skoog Terhadap Pertumbuhan Eksplan Lidah Buaya. Aginecca, Vol 12 No. 2, ISSN: 0854-2813.
Fitri, M. Satria, Zairin Thomy, dan Essy Harnelly. 2012. In-Vitro Effect of Combined Indole Butyric Acid (IBA) and Benzil Amino Purine (BAP) on the Planlet Growth of Jatropa curcas L. Jurnal Natural Vol. 12, No. 1.
Gupta, dkk. 2010. Asetic Processing Risk Management: A Review. International Journal of Pharmaceutical Sciences and ResearchVol. 1, Issue 10. ISSN: 0975-8232.
Ismail, Sabeed O. 2012. Analyses and Modeling of Laminar Flow in Pipes Using Numerical Approach. Journal of Sofware Engineering and Application. Vol 1 (5) : 653-658.
K., Nisak, dkk. 2012. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 1 (1) : 1-6.
Lalitha, N., L. M. Devi, dkk. 2014. Effect of Plant Derived Gelling Agents as Agar Substitute in Micropropagation of Mulberry (Morus indica L. Cv. S-1635). International Journal of Advanced Research. Vol. 2, Issue 2, 683-690. ISSN 2320-5407.
Mihaljevic, Ines, dkk. 2013. In Vitro Strelizitation Procedures For Micropropagation Of ‘Oblacinska’ Sour Cherry. Journal of Agricultural Science. Volume 58 Number 2.
Ogero, Kwame Okinyi, Gitonga Nkanata Mburugu, dkk. 2012. Low Cost Tissue Culture Technology in the Regeneration of Sweet Potato (Ipomoea batatas (L) Lam). Reserach Journal of Biology. Vol. 02, Issue. 02, pp. 51-58. ISSN 20149-1727
Putranto, R.H. 2014. Corynebacterium diphtheriae Diagnosis Laboratorium Bakteriologi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Priyadarshini, dkk. 2011. Sterilization Methods in Orthodontics -A Review.
          International Journal Of  Dental Clinics :3(1):44-47 ISSN 0975-8437.
Saad, Abobkar I.M and Elshahed, Ahmed M. 2012. Plant Tissue Culture Media. InTech Journal.
Sandra, Edhi. 2004. Kultur Jaringan Anggrek Skala Rumah Tangga. Jakarta : Agro Media Pustaka
Sitorus, Ertina Novaria., Ebdah Dwi Hastuti dan Nintya Setiari. 2011. Induksi Kalus Binahong (Basella rubra L.) Secara In-Vitro pada Media Murashige & Skoog dengan Konsentrasi Sukrosa yang Berbeda. Bioma Vol. 13, No. 1. ISSN: 1410-8801.
Tuhuteru, S., M. L. Hehanussa, S. H. T. Raharjo. 2010. Pertumbuhan dan Perkembangan Anggrek Dendrobium anosmum pada Media Kultur In-Vitro dengan Beberapa Konsentrasi Air Kelapa. Agrologia, Vol. 1, No. 1, (1-12).
Tyagi, V. Sing Ankur, dkk. 2011. Identification And Preventation Of Bacterial Contamination On Explant Used In Plant Tissue Culture Labs. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science. Volume 3 Number 4.
Yildiz, Mustafa. 2012. The Prerequisite of the Succes in Plant Tissue Culture: High Frequency Shoot Regeneration. Licensee InTech Chapter 4.




1 komentar:

  1. Makasih Kak, udah di share. Bagus banget, buat referensi ��

    BalasHapus

Follow Us @soratemplates