Rabu, 22 Juni 2016

# Bioteknologi

PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TUMBUHAN Acara I (Media kultur jaringan tumbuhan)



PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

Acara I
(Media kultur jaringan tumbuhan)


Oleh :
Kelompok 4/ Shift 1
Marisanti                                                      (110210103003)
Titan Satria Ananda                                  (120210103014)
Ayuni Dwi Anggraeni                                (120210103024)
Rose Lolita                                                   (120210103027)
Siti Nailatul Farkhah                                 (120210103035)
Novi Cahya Christanty                             (120210103037)
Ida Rusminingsih                                        (130210103041)
Heni Lusiana                                               (130210103044)
Nina Asmayah                                             (130210103047)
Anisya’ Miftahul Khusna                         (130210103091)
Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Unej

LABORATORIUM KULTUR JARINGAN TUMBUHAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB I. PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Kultur jaringan tanaman merupakan bagian suatu teknik perbanyakan vegetative nonkonvensional. Perbedaan dengan teknik perbanyakan vegetative  konvensional biasanya terletak dalam situasi dan lokasi yang berbeda. Penerapan teknik kultur jaringan tanamanan mensyaratkan kondisi di dalam  ruangan (laboratorium) dan sifatnya aseptik (steril dari pathogen). Bermuara dalam kondisi yang aseptic, maka perlu dijelaskan bahwa segala  aktifitas yang berkaitan dengan  jaringan harus dalam kondisi aseptic. Kondisi ini dimulai dari cara:
1.    Penyiapan peralatan (alat tanam berbahan logam ataupun gelas)
2.    Pembuatan media penanaman
3.    Penanaman (inisiasi dan pemilihan : perbanyakan dan perakaran).
Selain peralatan kultur jaringan,media merupakan salah satu factor untama dalam keberhasilan kultur. Media kultur jaringan memiliki karakteristik masing-masing. Artinya tidak semua media dapat digunakan pada semua kultur tanaman. Karena beberapa media yang ada memiliki perbedaan kandungan dan konsentrasi zat-zat yang diperlukan pada kultur.
Media merupakan factor utama dalam  perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media . Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkan. Oleh karena itu, berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan.
Media kultur fisiknya dapat berbentuk padat atau cair. Media berbentuk padat menggunakan pemadat media seperti  agar. Media kultur yang memenuhi syarat  adalah yang mengandungnutrient makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan tertentu,sumber energy (sukrosa), serta mengandung berbagai macam vitamin dan zat pengat tumbuh.

1.2         Tujuan
1.    Mempelajari cara pembuatan media dengan baik dan benar.
2.    Mengenal perbedaan bermacam-macam media kultur jaringan.



BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Kultur jaringan atau biakan jaringan sering juga disebut kultur in vitro yakni teknik pemeliharaan jaringan atau bagian dari individu secara buatan yang dilakukan di luar individu yang bersangkutan. In vitro berasal dari bahasa Latin yang artinya "di dalam kaca". Jadi Kultur in vitro dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara teoritis teknik kultur jaringan dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi individu lengkap. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut, setiap sel berasal dari satu sel (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Menurut Metwali, E., O. Al-Maghrabi (2012), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel cultuus atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya, jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.
Kultur jaringan akan lebih besar persentase keberhasilannya jika menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dindingnya tipis, belum mempunyai penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan untuk kultur jaringan. Sebab jaringan meristem keadaannya selalu membelah sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang membantu pembelahan (Patel, H., R. Krishnamurthy, 2013).
Usaha pengembangan kultur jaringan merupakan usaha perbanyakan vegetatif tanaman yang dapat dikatakan masih baru. Namun, saat ini sudah banyak sekali penemuan – penemuan tentang ilmu pengetahuan kultur jaringan dalam bidang pertanian, biologi, farmasi, kedokteran dan sebagainya. Di bidang farmasi, teknik kultur jaringan sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan metebolit sekunder untuk keperluan obat – obatan dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Pada prinsipnya kultur jaringan merupakan dua kegiatan utama. Pertama, yaitu mengisolasi atau memisahkan bagian tanaman dari tanaman induk. Kedua, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan bagian tanaman tersebut di dalam media yang kondisinya steril dan mampu mendorong pertumbuhan bagian tanaman menjadi tanaman yang sempurna (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan (Campbell, et al. 2012).
Media yang digunakan biasanya berupa garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu diperlukan juga bahan tambahan seperti agar-agar, gula, arang aktif, bahan organik dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Medium yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Medium yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf agar tidak terjadi kontaminasi dari bakteri maupun cendawan. Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda jenis dan konsentrasinya. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro (Patel, H., R. Krishnamurthy, 2013).
Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan komposisi larutan yang digunakan untuk hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya. Unsur-unsur hara diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Koposisis media dan perkembangan formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang digunakan serta pendekatan dari masing-masing peneliti. Beberapa jenis sensitif terhadap konsentrasi senyawa makro tinggi atau membutuhkan zat pengatur tertentu untuk pertumbuhannya. Pada periode tahun 1930an, formulasi media terutama ditujukan untuk menumbuhkan akar, tuber dan kambium. Media untuk penumbuhan akar yang dikembangkan oleh White 1934, pertama White menggunakan media yang berisi garam anorganik, yeast ekstrak dan sucrose, tetapi kemudian yeast ekstrak digantikan dengan 3 macam vitamin B, yaitu pyridoxine, thiamine dan nicotinic acid (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
1.        Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
2.        Media White
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
3.        Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm. Media Nitsch & Nitsch, menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
Pertumbuhan sel dari jaringan suatu organ dibandingkan dengan jaringan tumor tanaman Venca rosea (Catharanthus roseus), menunjukkan bahwa penambahan ammonium ke dalam media White yang sudah dimodifikasi, mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Konsentrasi NO3-, NH4-, K+ dan H2PO4- yang diperoleh, hampir sama dengan yang dikembangkan oleh Miller (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
4.        Media Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media :
a.    Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan     memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10 mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch dalam penelitian kultur anther.
b.    Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya.
c.    Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap. Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
5.        Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
6.        Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
7.        Media WPM (Woody Plant Medium)
Yang dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
8.        Media N6
Media N6 mempunyai ciri perbandingan NH₄⁺ dan NO₃⁻  yang jauh perbandinganya. Amonium  yang diberikan dalam bentuk (NH)SO hanya sebanyak 363 mg/l, sedangkan KNO 2830 mg/l. Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media dasar. Penamaan resep media dasar pada umumnya diambil dari nama penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan memperoleh suatu hasil yang penting artinya (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain:
a.         Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir semua jenis kultur, terutama pada tanaman herbaceous.
b.        Media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan legume lain.
c.         Media dasar White (1934) yang sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat.
d.        Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk kultur jaringan anggrek.
e.         Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel.
f.         Media dasar schenk dan Hildebrandt (1972) atau media SH yang cocok untuk kultur jaringan tanaman-tanaman monokotil.
g.        Medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant Medium (WPM).
h.        Media N6 untuk serealia terutama padi (Patel, H., R. Krishnamurthy, 2013).
Macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan (Campbell, et al. 2012).
Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Campbell, et al. 2012).
Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1 (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian, karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan masing-masing peneliti (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Unsur hara makro adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai berikut.
a.         Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4.
Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.
b.        Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO4
Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat.
c.         Kalium (K), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O
Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik di antara sel.
d.        Kalsium (Ca), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O
Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.
e.         Sulfur (S), Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam pembentukan bitil-bintil akar. Magnesium (Mg), diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O. Berfungsi untuk meningkatkan kandungan fosfat, pembentukan protein.
f.         Besi (Fe), diberikan dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O
Berfungsi sebagai penyangga (chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau daun.
Unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi lainnya (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah :
1.        Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI.
2.        Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O.
3.        Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O.
4.        Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O.
5.        Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O.
6.        Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O.
7.        Boron (B), diberikan dalam bentuk H3BO3.
Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan.
Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengaturtumbuh merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan.
Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen organik. Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur jaringan, karena sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino yang sering digunakan adalah glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam media dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber bahan organik (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Metwali, E., O. Al-Maghrabi (2012), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan medianya. Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agar-agar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014). Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah :
1.        Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100° sehingga dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
2.        Tidak dicerna oleh enzim tanaman.
3.        Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun media.
Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai adalah Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida yang dihasilkan bakteri Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat, rhamnosa, dan selobiosa. Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang menguntungkan sebagai berikut.
1.        Gelnya lebih jernih.
2.        Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar 1,5 -3 g/l.
3.        Lebih murni dan konsisten dalam kualitas.
4.        Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah dari agar-agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari gelrite sangat dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekerasan gel.
Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan kelembaban nisbi (RH) dalam kultur, sehingga sering menyebabkan terjadinya verifikasi. Gelrite jarang digunakan untuk produksi planlet secara komersial terutama di Indonesia karena harganya mahal (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang kurang murni. Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk membuat media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk membuat media harus benar-benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95% komponen media. Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata (akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai alat penyulingan air (water destilator) atau setidaknya alat pembuat air bebas ion (deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan air destilata adalah dengan cara mengubah air menjadi uap air, kemudian mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata yang tidak lagi berisi mineral atau senyawa organik (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 – 6,0. Faktor pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor.
1.        Kelarutan dari garam-garam penyusun media.
2.        Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain.
3.        Efisiensi pembekuan agar-agar.
Menurut Metwali, E., O. Al-Maghrabi (2012), sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan.
BAB III. METODE PELAKSANAAN

3.1    Waktu dan Tempat
Waktu        : Sabtu, 21 Mei 2016
Tempat       : Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember.

3.2    AlatdanBahan


Alat   :
1.    Beaker glass
2.    Timbangan
3.    Pengaduk
4.    pH meter
5.    Pemanas
6.    Botol ketebalan 1 cm
7.    Aluminium foil
8.    Autoclave
Bahan  :
1.    NH4NO3
2.    Aquades
3.    Gula
4.    Agar
5.    NaOH
6.    HCl




3.3    Prosedur Kerja
1.    Cara membuat stok dengan volume 1 liter
Contoh :
Membuat stok NH4NO3 1650 mg/lt dengan pengambilan 20 ml. Berapa NH4NO3 yang ditimbang ?
Jawab :
N1. V1 = N2. V2
N1. 20 = 1650. 1000
N1      =  82500 mg
2.    Pembuatan media padat MS kultur jaringan sebanyak 1 liter
 











                                                                            

 















Rounded Rectangle: Mensterilkan botol – botol berisi media di dalam autoclave selama 30 menit temperatur 121 °C tekanan 17,5 psi..



 















3.4  Parameter Pengamatan

No
Pengamatan hari ke
1
2
3
Dst
∑                  K
∑                 K
∑                 K
∑                 K
1
0                   -
0                    -
0                   -
Dst
2




Dst





Keterangan :
∑         = Jumlah kontaminasi
K         = Jenis kontaminasi
J           = Jamur
B         = Bakteri







BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No
Pengamatan hari ke
2 ( Selasa)
5 ( Kamis)
∑                                        K
∑                                              K
1
0                                         -
0                                               -
2
0                                            -
0                                              -
3
0                                         -
0                                                -
4
0                                            -
0                                                   -
5
0                                           -
0                                              -
6
0                                         -
0                                              -

Keterangan :
∑         = Jumlah kontaminasi
K         = Jenis kontaminasi
J           = Jamur
B         = Bakteri





4.2  Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu tentang media kultur jaringan, yang bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan media dengan baik dan benar, dan mengenal perbedaan bermacam-macam media kultur jaringan. Media merupakan Salah satu faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kerja kultur jaringan, yaitu pemberian nutrisi dalam jumlah dan perbandingan yang benar pada medium kultur.
Dalam praktikum kali ini, menggunakan media Murashige dan Skoog (MS) karena media ini mempunyai keunggulan yaitu kandungan nitrat, kalium dan amoniumnya yang tinggi, dan jumlah hara anorganiknya yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak sel tanaman dalam kultur. Sedangkan kekurangan dari media MS adalah jika terlalu banyak MS yang diberikan maka akan menghambat pertumbuhan tunas bahkan tidak terjadi pertumbuhan, selain pertumbuhan tunas yang dihambat, pertumbuhan akar, tinggi tanaman juga bisa terhambat .
Salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan media MS ini yaitu NaOH 1 N dan HCl 1 N, dimana fungsi dari kedua larutan tersebut yaitu menstabilkan pH pada campuran media MS agar pH dari media tersebut menjadi 5,8 ini bersifat asam, jadi jika larutan tersebut terlalu asam maka menambahkan dengan larutan NaOH sedangkan terlalu basa maka menambahkan dengan larutan HCl atau dengan kata lain yaitu penambahan NaOH untuk menaikkan pH sedangkan penambahan HCl untuk menurunkan pH, sampai larutan tersebut sesuai dengan pH yang diinginkan. pH diatur menjadi 5,8-6,3 ini bertujuan agar menyediakan pH yang cocok untuk pertumbuhan eksplan. Apabila pHnya kurang dari 5 atau lebih dari 7 maka akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Hal ini berkaitan dengan pengaruh pada ketersediaan unsur hara tersebut. Manfaat pH dalam media tanam adalah untuk  menjaga kestabilan membrane sel dan sitoplasma, membantu penyerapan unsur hara, dan mengatur sifat padat  pada agar (dalam media padat).
Cara membuat media yaitu pertama-tama yang dilakukan adalah menyiapkan bahan baku MS yang terdiri dari unsur makro nutrient, vitamin,  glukosa, dan ZPT. Memasukkan bahan-bahan tersebut mulai kedalam beaker glass menggunakan bol pipet volume (bol pipet), serta aquades sebanyak 200 ml, menambahkansukrosa sebanyak 6 g, agar sebanyak 1,6 g kemudian media diaduk dengan menggunakan stirrer di atas hot plate sampai mendidih . Setelah mendidih media di tuangkan ke dalam botol-botol media yang berjumlah 8 yang telah disiapkan. Botol-botol media yang sudah berisi media kemudian ditutup menggunakan alumunium foil, selanjutnya disterilisasi dengan autoclave. Teknik sterilisasi media sama dengan sterilisasi alat selama kurang lebih 2 jam. Setelah itu botol-botol media diletakkan pada rak kultur dan dilakukan pengamatan setiap hari selama 6 hari berturut-turut.
Hasil pengamatan yang diperoleh dari setiap kelompok berbeda-beda, hal ini dikarenakan tiap-tiap kelompok menggunakan media MS dengan perlakuan yang berbeda pula. Pada pembuatan medium MS menggunakan beberapa komposisi media dasar dengan jenis stok A (NH4NO3) sebanyak 5 ml, stok B (KNO3) 5 ml, stok C (CACl2H20) 2,5 ml, stok D (MgSO4.7H2O + KH2PO4) 2,5 ml, stok E (FeSO4.7H2O + NaEDTA) 0.25 ml, stok F (MnSO4.4H2O + ZnSO4.7H2O + H3BO3 + KI + Na2MoO4.H2O + CoCl2.6H2O) 0,25 ml, Mio-inositol 2,5 ml, vitamin sebanyak 0,25 ml dan sukrosa sebanyak 7,5 gram.
Berdasarkan data yang telah diperoleh tidak terjadi kontaminasi pada semua medium, hal tersebut dikarenakan medium yang telah dibuat dan dimasukkan dalam botol kultur dilakukan sterilisasi pada akhir pembuatan dengan autoclave, walaupun alat-alat yang digunakan, ruang kerja saat pembuatan media dan praktikan yang melakukan pembuatan medium tidak dalam  keadaan steril total. Karena kondisi  akhir yang steril akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu kegiatan kultur jaringan. Jika kondisinya tidak steril, maka akan mudah terjadi kontaminasi sehingga kemampuan totipotensi sel pada kultur  akan terhambat. Hal ini sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh ( Rane, Madhavi & Salman khan 2016).
Berdasarkan jenisnya media ada berbagai macam yaitu medium dasar Murashige dan Skoog (MS) yang paling sering digunakan dalam berbagai jenis teknik kultur jaringan. Medium yang kedua yaitu Medium dasar B5 atau Gamborg yang biasanya digunakan untuk kultur suspensi sel kedelei, alfafa dan legum (kacang-kacangan) lain. Medium jenis ketiga yaitu Medium dasar White yang biasanya digunakan untuk kultur akar. Salah satu kelemahannya karena medium satu ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah. Setelah itu Medium Vacin Went (VW) yang memang hanya dapat digunakan khusus untuk medium anggrek. Selanjutnya adalah Medium dasar Nitsch dan Nitsch yang biasanya hanya digunakan untuk kultur tepungsari (pollen) dan kultur sel. Setelah itu adalah Medium dasar Woody Plant Medium (WPM) yang biasanya digunakan untuk tanaman yang berkayu. Medium selanjutnya yaitu Medium dasar Schenk dan Hildebrandt yang biasanya digunakan untuk kultur jaringan tanaman monokotil. Media yang terakhir adalah Medium dasar N6 yang hanya dapat digunakan untuk tanaman serealia terutama padi hal ini ditegaskan dalam buku Teknik Kultur Jaringan karangan Hendaryono, 1994). Media berdasarkan bentuknya yaitu media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan  hal ini ditegaskan (Willadsen 1979 dalam buku Kuljar Skala Rumah Tangga oleh Yuliarti, 2010) dan Delcheh, K. S. (2014).
Media kultur jaringan tanaman umumnya harus mengandung beberapa atau semua komponen berikut: makronutrien, mikronutrien, vitamin, asam amino atau suplemen nitrogen, sumber (s) dari karbon, suplemen organik terdefinisi, pengatur tumbuh dan agen memperkuat (agar) hal ini sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh Kadhimi, A.A ( 2014).
Unsur-unsur penting dalam sel tanaman atau media kultur jaringan meliputi, selain C, H dan O, macroelements: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg)  dan sulfur (S) untuk pertumbuhan dan morfogenesis memuaskan. Mikronutrien penting (elemen minor) untuk sel tanaman dan pertumbuhan jaringan termasuk besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), tembaga (Cu) dan molibdenum (Mo). besi  biasanya yang paling penting dari semua mikronutrien hal ini sudah sesuai dengan jurnal internasional Kadhimi, A.A (2014).
Dalam media kultur sel tanaman, selain sukrosa, sering digunakan sebagai sumber karbon pada  konsentrasi 2-5%, karbohidrat lainnya juga digunakan. Ini termasuk laktosa, galaktosa,  maltosa dan pati dan mereka dilaporkan menjadi kurang efektif daripada baik sukrosa atau glukosa, yang terakhir adalah sama lebih efektif daripada fruktosa mengingat glukosa dimanfaatkan oleh  sel-sel di awal, diikuti dengan fruktosa. sukrosa adalah dilaporkan untuk bertindak sebagai morphogenetic pemicu dalam pembentukan tunas tambahan dan percabangan  akar adventif. Beberapa tanaman yang mampu mensintesis persyaratan penting dari vitamin untuk pertumbuhan mereka. hal ini sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh Kadhimi, A.A (2014).
Beberapa vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan normal dan perkembangan tanaman, mereka dibutuhkan oleh tanaman sebagai katalis dalam berbagai proses metabolisme. Mereka dapat bertindak sebagai pembatas faktor untuk pertumbuhan sel dan diferensiasi ketika sel-sel dan jaringan tanaman tumbuh in vitro. Vitamin yang paling banyak digunakan di media sel dan kultur jaringan meliputi: thiamin (B1), Nicotinic asam dan pyridoxine (B6). Thiamin sangat dibutuhkan oleh semua sel untuk pertumbuhan. hal ini sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh Kadhimi, A.A (2014) dan Delcheh, K. S. (2014).
Asam amino memiliki peranan dalam meningkatkan pertumbuhan dan regenerasi tanaman dari kultur jaringan in vitro. Asam amino juga diperlukan untuk pertumbuhan optimal biasanya disintesis oleh sebagian besar tanaman. Namun, penambahan asam amino tertentu atau campuran asam amino sangat penting untuk membangun kultur sel dan protoplas. Asam amino menyediakan sel tumbuhan dengan sumber nitrogen yang mudah diasimilasi oleh jaringan dan sel lebih cepat dari anorganik sumber nitrogen. hal ini sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh Kadhimi, A.A (2014) dan Delcheh, K. S. (2014).
Hormon adalah senyawa organik yang diproduksi secara alami dalam tanaman yang lebih tinggi. Mereka mempengaruhi pertumbuhan. hormon biasanya aktif di beberapa bagian tanaman. Selain senyawa alami, senyawa buatan yang diproduksi yang Sesuai dengan jenis alami. Keduanya disebut "regulator Pertumbuhan". Peranan hormon dalam media kultur jaringan yaitu sebagai regulator pertumbuhan, terutama Auksin dan Sitokinin, yang lebih penting. Bahkan, kultur in vitro adalah mustahil tanpa horrmon. Auxins adalah salah satu pengatur tumbuh yang menyebabkan pemanjangan sel, jaringan bengkak, meiosis dan embriogenesis di suspensi sel. Auxins termasuk IAA (Indole asam 3-asetat), IBA (Indole 3-Butyric Acid), NAA (1-Naphtalene Asam asetat) dan 2, 4- D (2, asam 4-Dicholorophenoxyacetic) untuk menambah Media. IAA adalah bentuk alami dan yang lain adalah buatan dan lebih aktif dari itu. Auxins umum digunakan dalam media tanam kultur jaringan meliputi: indole-3- asam asetat (IAA),  indole-3- butric acide (IBA), 2,4-Dichlorophenoxy-acetic acid (2,4-D) dan asetat naphthalene- acid (NAA). IAA adalah satu-satunya auksin alam yang terjadi di jaringan tanaman Ada yang lain auksin sintetis yang digunakan dalam media kultur seperti 4-chlorophenoxy asam asetat atau p-kloro- asam asetat fenoksi (4-CPA, PCPA), asam asetat 2,4,5-trikloro-fenoksi (2,4,5 T), 3,6- dikloro-2-methoxy- asam benzoat (dikamba) dan 4- amino-3,5,6-trikloro-picolinic asam (picloram). hal ini sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh Delcheh, K. S. (2014).
Komposisi dari media Murashige & Skoog yang dipakai pada saat praktikum terdiri dari beberapa nutrisi yang terbagi menjadi 10 botol dengan komposisi dan jenis bahan kimia yang berbeda. Sedangkan perlakuannya menggunakan variabel 2,4D 0,5 ppm untuk kelompok 1, BAP 0,05 ppm kelompok 2, IAA 0,5 ppm kelompok 3, 0,1 BAP dan 0,5 IBA 0,5 ppm kelompok 4. Pada variabel tersebut terdapat hormone 2,4 D, IAA, BAP, dan IBA ini dijadikan perlakuan untuk mengetahui pertumbuhan yang akan terjadi pada medium.
Zat  tersebut berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Menurut Gunawan (1987) dalam Ratna (2008) mengemukakan bahwa pada metode kultur jaringan, penggunaan auksin dan sitokinin sudah banyak digunakan. Hormon yang berupa 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA) ini termasuk ke dalam hormone auksin. Sebab, golongan tersebut memiliki peran dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Auksin dipakai karena berguna untuk merangsang pertumbuhan kalus pada kulit batang singkong, akar, serta pucuk. Auksin akan diproduksi pada  ujung batang yang selanjutnya akan muncul dominansi apical yakni peristiwa ujung batang yang terus tumbuh serta menghambat munculnya tunas samping (axillary bud).
Selain auksin juga beriringan dengan fungsi dari kerja hormone sitokinin yang sebaliknya diproduksi pada bagian akar,selanjutnya akan ditranspor ke arah pucuk serta daun dan memicu pembentukan tunas samping (jika diperlakukan pemotongan pada batang) mengakibatkan produksi auksin terhambat. Ketika konsentrasi auksin lebih besar daripada sitokinin maka kalus akan tumbuh, dan bila konsentrasi sitokinin lebih besar dibandingkan auksin maka tunas akan tumbuh (Ratna, 2008). Hormon Sitokinin berperan menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk, mengatur pembelahan sel dan morfogenesis. Bentuk dari sitokinin yang digunakan dalam praktikum media kultur jaringan ni adalah benzilaminopurine (BAP). Dosis atau komposisi pada saat pemakaian harus tepat, karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Sebab peran dari setiap interaksi antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel. Ini yang menjadi alasan bahwa auksin dan sitokini dipakai sebagai hormone pertumbuhan media kultur jaringan yang akan ditaman, dari fungsinya mereka saling berkaitan untuk membentuk tunas, kalus, bahkan akar.
Meskipun hasil pengamatan banyak yang tidak terkontaminasi ini menandakan bahwa setelah 3-5 hari tidak ada kontaminan berarti pathogen, jamur, bakteri tidak dapat tumbuh. Namun, jika saat sterilisasi dapat tumbuh pathogen tersebut berarti saat media di autoclave terjadi kebocoran almunium foil/ autoclave belum tertutup rapat. Penyebab kontaminasi setelah di autoclave bisa dari almunium foil yang berlubang. Suhu yang digunakan belum samapi suhu 121 derajat sebab pada autoklaf yang menggunakan prinsip penguapan saat 20 menitakan mencapai suhu 121 derajat. Posisi dari gelas harus tertutup rapat dengan almunium foil yang berlapis dua dengan posisi tegak. Sterilisasi sangat pentinga sebab keberhasilan saat pengamatan sangat tergantung dari keberhasilan dari mensterilisasi media kultur jaringan. Beberapa faktor lain dari kontaminasi adalah air steril dapat menjadi penyebab kegagalan berasal kontaminan. Seharusnya air steril tersebut dapat tumbuh karena telah menempel pada eksplan. Saat telah siap di biakkan syarat tempat inkubasi harus bersih karena jika tidak bersih harus dipindahkan ke tempat inkubasi yang pada suhu laboratorium tertentu (suhu nyala AC diatur).  Selain itu adanya kontaminan disekeliling botol, bahkan di sekitar leher botol. Maka pada saat subkultur, bila kita tidak hati-hati maka akan terjadi kontaminan sebab pathogen dapat masuk ke dalam botol atau telah  menempel pada eksplan.












BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.    Cara membuat media yang baik dan benar yaitu pertama-tama adalah menyiapkan larutan baku MS yang terdiri dari unsur-unsur hara baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro, vitamin serta ZPT.,kemudian mengambil satu demi satu larutan stok A hingga larutan stok F. Kemudian memasukkan unsur hara tersebut kedalam beaker glass liter dengan menggunakan bol pipet,selanjutnya menimbang gula sebanyak 7,5 gr dan bahan agar sebanyak 2 gr dan memasukkan kedalam beaker glass. Kemudian menambahkan aquades sebanyak 200 ml, kemudian mengaduk campuran tersebut diatas stirer dan mengukur keasaman PH dengan menambahkan NaOH jika PH terlalu asam dan menambahkan HCL jika PH teralu basa, kemudian mendidihkan diatas pemanas hingga homogen ,setelah mendidih diamkan sejenak kemudian menuangkan kedalam 10 botol kultur yang telah disiapkan dan menutup dengan alumunium foil, kemudian mensterilkan botol-botol media menggunakan autoclave selama 2 jam dengan temperature 121oC dengan tekanan 17,5 psi, terakhir meletakkan di atas rak kultur dan melakukan pengamatan pada media kultur.
2.    Media tanam kultur jaringan terdiri dari dua jenis yaitu, media cair dan media padat. Media cair digunakan untuk menumbuhkan eksplan sampai terbentuk PLB (protocorm like body) yaitu eksplan yang akan tumbuh jaringan seperti kalus berwarna putih. Media padat digunakan untuk menumbuhkan PLB sampai terbentuk planlet. Terdapat banyak macam-macam media dasar yang diberikan nama sesuai dengan penemunya.
a.    Medium Murashige dan Skoog yang biasanya disingkat MS, medium ini biasanya digunakan untuk hampir semua macam tanaman, terutama tanaman herbaceus. Medium ini juga banyak digunakan untuk kultur kalus dan tunas, yang mempunyai konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi, dan senyawa N dalam bentuk ammonium dan nitrat.
b.    Medium Gamborg yang biasanya disingkat dengan B5, medium ini digunakan untuk kultur suspensi sel kedele, alfalfa dan legume lain.
c.    Medium white yang biasnaya disingkat dengan W63, merupakan medium dasar yang memiliki konsentrasi garam-garam mineral rendah, medium ini diggunakan untuk kultur akar.
d.   Medium vasint dan went yang biasanya disingkat dengan VW, medium ini digunakan untuk kultur embrio anggrek.
e.    Medium nitsch dan nitsch yang digunkan untuk kultur mikrospora dan kultur sel pada tembakau.
f.     Medium N6 yang digunakan untuk kultur jaringan serealia terutama padi.
g.    Medium WPM yang umumnya digunakna untuk tanaman berkayu
h.    Medium kao dan michayluk yang digunakan untuk kultur protoplas Crucuferae, Grarmneae dan Leguminosae.

5.2 Saran
Dalam kegiatan praktikum sebaiknya praktikan tidak telalu banyak berbicara sehingga akan menyebabkan kebisingan dan pada proses praktikum berlangsung sebaiknya segera melakukan dan tidak banyak berbicara yang membuat praktikan yang menuggu giliran lama menunggu,kemudian pembagian tugas antar kelompok harus seimbang agar tidak cenderung pada satu pekerjaan saja yang akan menjadi bergerombol di satu tempat saja.sehingga kegiatan praktikum menjadi tidak kondusif.dan mengurangi berbicara didalam kelas karena yang sedang dipraktikumkan membutuhkan kesterilan.






DAFTAR PUSTAKA
A, Ahsan.,dkk. Tissue Culture and Some of The Factors Affecting Them And The Micropagation Of Strawberry. Life Science Journal 2014: 11 (8).
Campbell, et al. 2012. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Delcheh,Kobra.S.,dkk. 2014. A Review Optimization Of Tissue Culture Medium Medicinal Plant Thyme. International Journal Of Forming And Allied Science. Vol.3 (9).
Metwali, E., O. Al-Maghrabi. 2012. Effectiveness of  Tissue Culture Media Components on The Growth and Development of Cauliflower (Brassica oleracea var. Botrytis) Seedling Explants in vitro. African Journal of Biotechnology. Vol: 11(76).
Kadhimi, Ahsan, et al. 2014. Tissue Culture and Some of The Factors Affecting Them and The Micropropagation of Strawberry. Life Science Journal. Vol: 11(8).
Patel, H., R. Krishnamurthy,. 2013. Elicitors in Plant Tissue Culture. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry.Vol: 2(2).
Rane,Madhari & Salman Khan .2016. Study Of Bacteria And Fungi Isolate From Contaminated Banana Tissue Culture. International Journal Of Innovative Research In Science,Engineering And Technologi. Vol 5.
Ratna, Intan. 2008. Peranan dan Fungsi fitohormon Bagi Pertumbuhan Tanaman. Bandung. Universitas Padjajaran. 43 hal
Yuliarti, Nurheti. 2010. KULTUR JARINGAN TANAMAN SKALA RUMAH
TANGGA. Yogyakarta: Lily Publisher 1











LAMPIRAN










































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates