AKTIVITAS
OPERCULUM IKAN MAS (Ciprinus
carpio) PADA
PERGANTIAN SUHU AIR SEBAGAI INDIKATOR OKSIGEN TERLARUT DI DALAM AIR
Rose Lolita
Mahasiswa Pendidikan Fisiologi Hewan Kelas C
Program Studi Pendidikan Biologi
Universitas Jember
Abstrak
Pada penelitian
kali ini kami ingin mengetahui pengaruh perubahan suhu air pada ikan mas (Ciprinus carpio) terhadap oksigen yang
terkandung di dalam air. Pada penelitian kali ini kami menggunakan thermometer
untuk mengatur kenaikan dan penurunan
suhu, kemudian timbangan untuk menimbang berat dari ikan mas dan bak mandi
untuk menampung air. Air tersebut di berikan perlakuan kenaikan suhu dengan menambahkan air panas atau penurunan
suhu dengan penambahan es batu, akan tetapi air yang berada di dalam bak tidak
boleh berkurang ataupun berlebih, air tetap dalam keadaan konstan. Lalu
menghitung tertutup terbukanya operculum setiap menit dengan menggunakan
counter sehingga perhitungan lebih valid. Kemudian menunggu hingga ikan mas colaps
atau meninggal baru mencatat suhu air yang terakhir. Cepat atau tidaknya
terbuka dan menutupnya operculum adalah sebagai indikator oksigen terlarut yang
berada di dalam air. Ketika suhu terlalu tinggi maka kadar oksigen yang
terlarut di dalam air semakin rendah sehingga gerak opperculum semakin cepat
karena ikan membutuhkan banyak sekali oksigen di dalam tubuhnya. Begitu pula
pada penurunan suhu, penurunan suhu yang terlalu ekstrem mengakibatkan kadar
oksigen terlarut di dalam air semakin tinggi sehingga pergerakan opperculum
semakin lambat dikarenakan semakin dingin suhu darah tingkat viskositas darah
akan mengental dan mengakibatkan aliran darah yang lebih lambat. Penurunan suhu
berdampak pada penurunan konsumsi oksigen sehingga pergerakan opperculum
menjadi lambat
Kata kunci : Suhu,
Opperculum
Pendahuluan
Proses respirasi ikan
menggunakan pertukaran lawan arus (countercurent exchange), pertukaran zat-zat
atau panas diantara dua cairan yang mengalir ke arah yang berlawanan. Pada
insang ikan, proses ini memaksimalkan efisiensi pertukaran gas. Karena darah
mengalir ke arah yang berlawanan dengan air yang melewati insang, pada setiap
titik dalam jalur yang di lewati, darah mengandung lebih sedikit Oksigen
daripada air yang di jumpainya. Sewaktu memasuki kapiler insang darah bertemu
dengan air yag sedang menempuh perjalanan melalui insang. Meskipun banyak
Oksigen terlarutnya sudah hilang, air ini tetap memiliki PO2 yang
lebih tinggi daripada darah yang datang, dan transfer Oksigen pun berlangsung.
Sewaktu darah meneruskan perjalanannya, PO2 nya terus meningkat
begitu pula dengan PO2 air yang di temuinya, karena setiap posisi
yang mengikuti perjalanan darah terkait dengan posisi sebelumnya di dalam
aliran ir di dalam insang. Dengan demikian terdapat gradien tekanan parsial
yang mendukung difusi oksigen dari air ke darah di sepanjang kapiler (Campbell,
2004: 76).
Suhu tubuh
hewan poikilotermik ditentukan oleh keseimbangannya dengan kondisi suhu
lingkungan, dan berubah-ubah seperti berubah-ubahnya kondisi suhu lingkungan.
Pada hewan poikilotermik air, misalnya kerang, udang dan ikan, suhu tubuhnya
sangan ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konvektif dengan air
mediumnya, dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memprodukdi panas
internak secara metabolik, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas suhu
air. Namun air menyerap panas begitu efektif dan hewan poikilotermik tidak
memiliki insulasi sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil
(Soewolo, 2000:331).
Respirasi
eksternal sangat dipengaruhi oleh kadar oksigen
didalam lingkunga organisme yang bersangkutan. Untuk lingkungan air,
kadar oksigen dipengaruhi oleh kelarutan oksigen dalam air. Kelarutan oksigen
dalam cairan secara umum dipengaruhi oleh:
1.
Tekanan
parsial oksigen (O2) di atas permukaan cairan. Makin tinggi tekanan O2 di atas
permukaan cairan, makin tinggi pada kelarutan oksigen di dalam cairan.
2.
Suhu
cairan atau medium. Makin tinggi suhu cairan atau medium, makin rendah
kelarutan oksigen dalam cairan atau medium.
3.
Kadar
garam di dalam cairan. Makin tinggi kadar garam, makin rendah kelarutan oksigen
di dalam cairan (Tim Dosen Fisiologi Hewan, 2015:12).
Oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan,
proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk
oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama
oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas
dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin,
2005).
Kadar oksigen dalam air
laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin
tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi,
karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis.
Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut,
karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak
digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik. Keperluan
organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium
dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih
sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah.
Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas,
memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen
terlarut (Salmin,2005).
Menurut Wulangi (1993)
jumlah O2 yang di butuhkan dan di konsumsi oleh hewan tergantung
dari jenis dan ukuran hewan serta tingkat aktivitas hewan. Pada umumnya hewan
dengan ukuran kecil mempunyai tingkat metabolisme per berat badan yang lebih
tinggi di bandingkan dengan hewan besar, dan karena itu hewan kecil membutuhkan
lebih banyak O2 dibandingkan dengan hewan besar. Difusi O2
di dalam air lebih lambat di bandingkan dengan difusi O2 dalam
udara. Jumlah O2 yang larut dalam air bervariasi menurut suhu dan
kadar garam dalam air. Semakin tinggi suhu, jumlah O2 yang tersedia
di dalam air akan berkurang.
Peningkatan suhu
perairan mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi. Selain
itu peningkatan suhu juga mengakibatkan peningkatan kecepatan metabolisme dan
respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi
oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10°C menyebabkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali
lipat. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah
20-30°C
(Effendi, 2003)
Suhu yang baik untuk
kehidupan ikan di daerah tropis berkisar antara 25 – 32oC. Secara tidak
langsung pengaruh temperatur menjalar melalui kemampuan kontrolnya terhadap
kelarutan gas-gas dalam air, termasuk oksigen. Dalam hal ini semakin tinggi
temperatur akan semakin kecil kelarutan oksigen dalam air, sementara itu
kebutuhan oksigen bagi biota akan semakin besar karena adanya peningkatan
metabolisme ikan (Riyadi, 2006).
Konsentrasi oksigen
terlarut tergantung pada faktor fisika dan biologi. Beberapa faktor fisika yang
mempengaruhi konsentrasi atau kelarutan oksigen terlarut dalam air antara lain
suhu, salinitas, dan tekanan atmosfer. Konsentrasi oksigen terlarut juga
dipengaruhi oleh faktor biologis seperti kepadatan organisme perairan, karena
semakin padat organisme perairan maka laju respirasi juga akan semakin
meningkat. Adanya peningkatan respirasi tersebut akan menyebabkan berkurangnya
oksigen terlarut di dalam air , dimana penurunan konsentrasi oksigen terlarut
hingga batas titik kritis akan menyebabkan hypoxia Mubarak .
Ada beberapa fungsi pernafasan, fungsi berlaku pada seluruh
mahluk hidup yang bertulang belakang. Urutan dua teratas merupakan fungsi
utama, selanjutnya merupakan sekunder dari sistem pernafasan yaitu, menyediakan
oksigen untuk darah, mengambil karbon dioksida dari dalam darah, membantu dalam
mengatur keseimbangan dan regulasi keasaman cairan ekstraseluler dalam tubuh,
membantu pengendalian suhu elliminasi air, fonasi (pembentukan suara) (Yulia,
2013).
Metodologi Penelitian
Penelitian
yang kami lakukan kali ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian hewan
poikilotermik terhadap oksigen yang terkandung di dalam air karena pengaruh
suhu air, dan juga karena pengaruh kadar garam dalam air. Alat yang di gunakan
pada praktikum kali ini adalah bak plastik, beaker glass, heater, thermos,
thermometer dan stopwatch. Kemudian bahan di gunakan adalah ikan mas (Ciprinus carpio), air panas, air dingin
dan air netral.
Pertama yang di lakukan adalah
menimbang terlebih dahulu ikan mas, kemudian mengisi bak plastik menggunakan air
lalu di tandai airnya. Kemudian lakukan 2 perlakuan 3 menit sekali di isi
dengan air panas atau pun air es, akan tetapi volume air jangan sampai berubah
jadi kita mengurangi air lalu menambah air agar volume air tidak berubah. Jika
air panas yang di tambahkan temperaturnya di naikkan 3
kemudian di tunggu 1 menit,
lalu selama 1 menit menghitung respirasi ikan dengan menghitung penutupan
opperculum ikan dengan menggunakan alat counter dengan cara di pencet-pencet
sehingga kita dapat tahu sirip ikan melakukan penutupan brapa kali ketika di
berikan perlakuan. Begitu juga pada suhu es atau suhu dingin akan tetapi di
kurangi 3
suhunya. Hingga ikan kolaps dengan ciri-ciri
mulai membalikkan tubuhnya atau miring-miring
Hasil dan pembahasan
Respirasi pertukaran
gas adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida antara sel-sel yang aktif
dengan lingkungan luarnya atau antara cairan tubuh hewan dengan lingkungan
tempat hidupnya. Definisi respirasi juga meliputi proses biokimia yang
berlangsung di dalam sel berupa perombakan molekul-molekul makanan dan transfer
energi yang dihasilkan (respirasi seluler). Proses respirasi erat kaitannya
dengan laju metabolisme (metabolit rate) yang didefinisikan sebagai unit energi
yang dilepaskan per unit waktu. Laju respirasi pada hewan tergantung pada
aktivitas metabolisme total dari organisme tersebut. Fungsi utama respirasi
adalah dalam rangka memproduksi energi melalui metabolisme aerobik dan hal
tersebut terkait dengan konsumsi oksigen (Santoso, 2009).
Pergantian suhu air mengakibatkan oksigen yang
terlarut di dalam air menjadi berkurang jika suhu di berikan semakin tinggi
atau rendah, maka akan mengakibatkan oppercullum semakin bergerak cepat dikarenakan
oksigen terlarut semakin rendah sehingga ikan harus berusaha keras untuk
mendapatkan oksigen berada di dalam air tersebut, disini ikan akan semakin
membutuhkan oksigen ketika oksigen terlarut turun. Menurut Salmin (2005)
kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang
diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi
aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan
oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses
oksidasi.
Pada
penelitian kali ini di dapatkan hasil sebagai berikut:
Kel
|
Perlakuan
|
Berat
(gr)
|
Suhu
Colaps
|
Gerakan
Opercullum Interval 1 Menit
|
Rata-rata
|
||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
Normal
|
|||||
1
|
Air
dingin
|
11
gr
|
7
|
25
/110
|
22
/93
|
19
/82
|
16
/74
|
13
/31
|
10
/5
|
-
|
-
|
28
/120
|
510,8
|
2
|
Air
dingin
|
13
gr
|
7
|
28
/141
|
25
/135
|
22
/126
|
19
/120
|
16
/67
|
13
/
|
7
/1
|
-
|
28
/141
|
109,3
|
3
|
Air
panas
|
14,5
gr
|
44
|
32
/163
|
35
/153
|
38
/161
|
41
/198
|
44
/201
|
-
|
-
|
-
|
29
/157
|
171,5
|
4
|
Air
panas
|
15,5
gr
|
44
|
32
/163
|
35
/206
|
38
/200
|
41
/215
|
44
/mati
|
-
|
-
|
-
|
29
/181
|
193
|
5
|
Air
panas
|
14,5
gr
|
44
|
32
97
|
35
/91
|
38
/74
|
41
/75
|
44
/43
|
-
|
-
|
-
|
29
/181
|
82,16
|
Pada kelompok 1 yang menggunakan air dingin sebagai
perlakuan terhadap ikan mas di dapatkan hasil laju respirasi awal pada menit
pertama 110 kali penutupan opperculum, menit kedua 93, menit ketiga 82, menit
keempat 74, menit kelima 31 dan menit keenam 5, kemudian pada menit selanjutnya
ikan tersebut meninggal pada suhu 7
dengan
interval suhu turun 3
dengan suhu awal 20
. Berdasarkan pengamatan tersebut di
dapatkan bahwa semakin suhu turun mengakibatkan pergerakan opperculum semakin
lambat, hal ini terjadi dikarenaka semakin rendah suhu konsentrasi oksigen yang
terlarut di dalam air semakin tinggi sehingga laju
respirasi yang terjadi semakin lambat karena penurunan konsumsi oksigen dan di
karenakan juga karena tingkat viskositas darah akan mengental dan mengakibatkan
aliran darah yang lebih lambat.
Hal tersebut sesuai dengan teori Wijayanti
(2011) mekanisme pengaruh suhu media secara fisik berpengaruh pada tingkat
kelarutan oksigen di dalam air, semakin dingin suhu air, konsentrasi oksigen
terlarut akan semakin tinggi. Suhu media yang dingin secara langsung akan
mempengaruhi suhu badan ikan dan suhu darah, semakin dingin suhu darah tingkat
viskositas darah akan mengental dan mengakibatkan aliran darah yang lebih
lambat. Penurunan suhu berdampak pada penurunan
konsumsi oksigen dan menurunnya produk metabolism yang dapat bersifat racun
baik dalam bentuk gas CO2 maupun ammonia dalam bentuk NH3.
Begitu pula pada kelompok 2 yang
menggunakan air dingin sebagai perlakuan terhadap ikan mas tersebut, di
dapatkan hasil pada menit pertama terjadi pergerakan oppercullum 141, dan menit
kedua 135, menit ketiga 126, menit keempat 120, menit kelima 67 dan menit
keenam 30 dan pada menit ketujuh 1 pergerakan opperculum, dan kemudian
meninggal pada suhu 7
dengan
interval suhu turun 3
dengan suhu awal 20
. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin
rendah suhu maka pergerakan opperculum semakin lambat menandakan bahwa oksigen
yang terlarut di dalam air semakin meningkat. Hal tersebut sesuai dengan teori
di sebelumnya bahwa semakin dingin suhu air, konsentrasi oksigen terlarut di
dalam air akan semakin tinggi. Semakin dingin suhu darah tingkat viskositas
darah akan mengental dan mengakibatkan aliran darah lebih lambat.
Kemudian pada kelompok 3 menggunakan
air panas sebagai perlakuan terhadap ikan mas, di dapatkan hasil pada menit
pertama pergerakan opperculum 163, pada menit kedua 153, menit ketiga 161,
menit keempat 198, menit kelima 201 dan menit keenam dengan suhu 44
ikan tersebut meninggal
dengan interval suhu naik 3
dengan suhu awal 29
. Dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa
semakin tinggi suhu maka konsentrasi oksigen terlarut yang ada di dalam air
tersebut semakin sedikit sehingga ikan akan mempercepat laju respirasinya
dengan cara mempercepat pergerakan opperculum untuk meningkatkan pengambilan
oksigen yang terlarut di dalam air dan untuk memenuhi kebutuhan respirasinya
yang sangat banyak.
Hal tersebut sesuai
dengan teori Effendi (2003) mekanisme peningkatan suhu perairan mengakibatkan
peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi. Selain itu peningkatan suhu
juga mengakibatkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme
air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan
suhu perairan sebesar 10°C menyebabkan terjadinya peningkatan
konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Sehingga ikan
akan meningkatkan pengambilan oksigen di dalam air dengan cara mempercepat pergerakan
opperculum.
Kemudian pada kelompok
4 di dapatkan hasil pada menit pertama pergerakan opperculum 163, kemudian
menit kedua 206, menit ketiga 200, menit keempat 215 dan pada suhu 44°C
ikan colaps atau mati dengan interval suhu naik 3
setiap menit dengan suhu awal 29
. Dalam hal tersebut kita dapat
mengetahui bahwa semakin tinggi suhu maka oksigen yang terlarut di dalam air
semakin menurun atau sedikit sehingga mengakibatkan ikan harus memenuhi
kebutuhan oksigen di dalam tubuhnya untuk dapat bertahan hidup, ikan akan
melakukan adaptasi fisiologi dengan cara mempercepat pergerakan opperculum
untuk mengambil oksigen terlarut yang ada di dalam air. Hal tersebut sesuai
dengan teori yang sudah di sebutkan sebelumnya.
Pada kelompok 5 yang
menggunakan air panas sebagai perlakuan terhadap ikan mas di dapatkan hasil,
pada menit pertama pergerakan opperculum 97, menit kedua 91, menit ketiga 74,
menit keempat 75, dan menit kelima pergerakan opperculum 43 lalu pada suhu 44
ikan mati dengan interval suhu
naik 3
setiap menit dengan suhu awal 29
. Hasil yang di dapat terjadi penuruan
pergerakan opperculum pada suhu yang semakin tinggi. Hal tersebut tidak sesuai
dengan teori yang ada di atas, seharusnya di dapatkan hasil semakin tinggi suhu
maka semakin cepat pula pergerakan opperculum karena oksigen yang terlarut di
dalam air semakin rendah ketika dalam suhu tinggi, pergerakan opperculum
semakin cepat di karenakan ikan akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan
respirasi di dalam tubuhnya harus mengambil oksigen yang banyak karena oksigen
terlarut sedikit maka ikan mempercepat pergerakan opperculumnya. Hal tersebut
dapat terjadi di karenakan kesalahan praktikan saat menghitung menggunakan alat
penghitung oppercullum.
Fungsi di timbang
adalah untuk mengetahui pengaruh berat ikan berpengaruh terhadap laju respirasi
yang terjadi. Dimana semakin besar ukuran ikan maka semakin banyak oksigen yang
di butuhkan oleh tubuh tersebut. Karena pada tubuh yang besar maka metabolisme
yang harus di lakukan pun semakin besar, dan ketika laju metabolisme semakin besar
yang di butuhkan maka ikan juga membutuh kan oksigen yang banyak untuk
melakukan proses respirasi. Begitupun sebaliknya jika ukuran ikan semakin kecil
maka proses respirasi semakin kecil dan oksigen yang di butuhkan pun semakin
sedikit.
Fungsi alat dan bahan yang di gunakan seperti bak plastik yang
di gunakan adalah sebagai tempat ikan dan air di letakkan, bak plastik
transparan sehingga mudah saat melakukan pengamatan ikan mas.
Pada penambahan air panas maupun air es, volume air yang ada di bak air
haruslah konstan. Perlakuan ini di lakukan dengan cara mengambil air terlebih
dulu lalu menambahkan air panas atau pun air es hingga mencapai ukuran yang
sudah di buat di awal hingga suhu berubah. Dalam hal ini volume air di
pertahankan untuk mempertahankan oksigen yang terlarut dalam tetap konstant dan
tidak berubah, sehingga dalam prenelitian ini suhu menjadi tujuan utama yang
membuat kenaikan atau pun penurunan oksigen terlarut tanpad di pengaruhi oleh
faktor lainnya.
Proses respirasi internal
(inspirasi) merupakan proses pengambilan Oksigen yang terlarut di dalam air
pada ikan, ikan ini melakukan pertukaran gas lawan arus, ketika insang terbuka
air yang membawa Oksigen akan masuk ke dalam insang, di dalam insang tersebut
bertemu dengan kapiler darah, darah yang mengalir melalui kapiler di dalam
lamela mengambil Oksigen dari air. Pada pertukaran aliran lawan arus dari air
dan darah mempertahankan gradien tekanan parsial tetap rendah sehingga Oksigen
berdifusi dari air ke dalam darah di sepanjang kapiler. Dan darah yang
mengandung kaya akan Oksigen, akan mengalirkan ke seluruh tubuh ikan melalui
arteri.
Begitu juga pada proses respirasi
eksternal (ekspirasi) yang merupakan proses pengeluaran Karbon dioksida yang
ada di dalam tubuh ikan tersebut, sehingga tubuh tidak lagi mengandung Karbon
dioksida yang jika terlalu lama di dalam tubuh akan mengakibatkan ikan tersebut
keracunan, karena sifat Karbon dioksida ini sebagai racun atau sampah yang
harus di keluarkan dari dalam tubuh ikan. Proses ekspirasi berlangsung
bersamaan dengan proses inspirasi, ketika oksigen sudah berdifusi dengan
kapiler darah, Karbon dioksida berdifusi dengan air yang ada di dalam insang sehingga
nantinya Karbon dioksida ini akan berada di dalam air. Setelah terjadi difusi
karbon dioksida dari kapiler darah ke air, air akan dikeluarkan ke luar dengan
menutup opperculum dari ikan ini, sehingga Karbon dioksida di keluarkan melalui
insang tersebut. Begitu seterusnya ketika inspirasi opperculum membuka dan
ketika ekspirasi opperculum menutup.
Hal tersebut sesuai
dengan teori Campbell (2004: 76) proses respirasi ikan menggunakan pertukaran
lawan arus (countercurent exchange),
pertukaran zat-zat atau panas diantara dua cairan yang mengalir ke arah yang
berlawanan. Pada insang ikan, proses ini memaksimalkan efisiensi pertukaran
gas. Karena darah mengalir ke arah yang berlawanan dengan air yang melewati
insang, pada setiap titik dalam jalur yang di lewati, darah mengandung lebih
sedikit Oksigen daripada air yang di jumpainya. Sewaktu memasuki kapiler insang
darah bertemu dengan air yag sedang menempuh perjalanan melalui insang.
Meskipun banyak Oksigen terlarutnya sudah hilang, air ini tetap memiliki PO2
yang lebih tinggi daripada darah yang datang, dan transfer Oksigen pun
berlangsung. Sewaktu darah meneruskan perjalanannya, PO2 nya terus
meningkat begitu pula dengan PO2 air yang di temuinya, karena setiap
posisi yang mengikuti perjalanan darah terkait dengan posisi sebelumnya di
dalam aliran ir di dalam insang. Dengan demikian terdapat gradien tekanan
parsial yang mendukung difusi oksigen dari air ke darah di sepanjang kapiler.
Suhu air normal ikan
rata-rata berdasarkan penelitian yang dilakukan adalah 28
tidak lebih dari itu dan suhu colaps ikan
ketika suhu tinggi 44
dan suhu paling rendah adalah 7
. Hal tersebut sesuai dengan teori Narantaka (2012) suhu air yang ideal untuk tempat hidup ikan mas adalah
terletak pada kisaran antara 25 – 30
, dan pertumbuhan
akan menurun apabila suhu rendah di bawah 13
. Pertumbuhan akan menurun dengan cepat dan
akan berhenti makan
pada suhu di bawah 5
.
Kesimpulan
Penelitian
yang kami lakukan kali ini mengenai aktivitas opperculum pada pergantian suhu air
sebagai indikator oksigen terlarut di dalam air. Kami dapat mengetahui bahwa
semakin tinggi suhu air maka pergerakan opperculum ikan di dalam air semakin
cepat di karenakan oksigen yang terlarut di dalam air semakin sedikit sehingga
ikan mempercepat pergerakan opperculum untuk mengambil oksigen yang terlarut di
dalam air. Sedangkan semakin rendah suhu maka pergerakan opperculum semakin
lambat dikarenakan konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air semakin
tinggi dan mengakibatkan laju respirasi yang terjadi semakin lambat karena
penurunan konsumsi oksigen dan di karenakan juga karena tingkat viskositas
darah akan mengental dan mengakibatkan aliran darah yang lebih lambat.
Daftar
Pustaka
Campbell, Neil A., Jane B. Reece dan Lawrence G. Mitchell.
2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3.Jakarta: Penerbit Erlangga
Effendi, H.
2003. Telaah Kualitas Air bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta
: Kanisius Soewolo. 2000. Pengantar
Fisiologi Hewan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Riyadi, Agung. 2006.
Kajian Kualitas Air Waduk Tirta Shinta Di Kota Bumi Lampung. Jurnal Hidrosfir. Vol 1: 75-82
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi
(BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana. Vol 30: Halaman 21-26
Santoso,
Putra. 2009. Bahan Ajar Fisiologi Hewan.
Padang: Universtas Andalas
Tim Dosen Fisiologi Hewan. 2015. Buku Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Jember: Universitas
Jember Press
Wijayanti, Ima. 2011. Pengaruh Temperatur Terhadap
Kondisi Anastesi Bawal Tawar Colossoma macropomum dan Lobster Tawar Cherax
quadricarinatus. Jurnal
Penelitian. Vol 1: Halaman 1-15
Wulangi, S, Kartolo. 1993. Prinsip-prinsip Fisologi Hewan. Bandung:
ITB Press
Yulia,
Ratna. 2013. Sistem Pernafasan Pada Manusia. Jurnal Pendidikan. Vol 1: Halaman 1-10
Narantaka,
A.M.M. 2012. Pembenihan Ikan Mas. Jogjakarta:
Javalitera
LAMPIRAN
Kelompok 1
|
Kelompok 2
|
Kelompok 3
|
Kelompok 5
|
Kelompok 4
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar