LAPORAN
PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TUMBUHAN
Acara
II
(Teknik
Aseptik)
Oleh:
Kelompok
4 / Shift 1
Marisanti (130210103003)
Titan
Satria Ananda (130210103014)
Ayuni
Dwi Anggraeni (130210103024)
Rose
Lolita (130210103027)
Siti
Nailatul Farkhah (130210103035)
Novi
Cahya Christanty (130210103037)
Ida
Rusminingsih (130210103041)
Heni
Lusiana (130210103044)
Nina
Asmayah (130210103047)
Anisya’
Miftahul Khusna (130210103091)
LABORATORIUM
KULTUR JARINGAN TUMBUHAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS
JEMBER
2016
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tanaman adalah makhluk hidup yang berperan sebagai produsen
di dalam ekosistem. Tanaman dapat berkembang biak secara generative maupun
vegetative. Secara generative artinya tanaman berkembang melalui penyatuan
benang sari dan putik atau polinasi. Tanaman yang berkembang biak secara
vegetative artinya tanaman tersebut memperbanyak diri tanpa melalui pertemuan
gamet jantan dan betina. Perkembangan vegetative akan menghasilkan anakan yang
memiliki sifat sama dengan dengan induknya
Kultur Jaringan merupakan suatu teknik perbanyakan tanaman
dengan menggunakan bagian tanaman yang berupa sel, jaringan atau organ dalam
kondisi aseptik secara in vitro. Praktek kultur jaringan tanaman bermula dari pembuktian
sifat totipotensi (total genetic potential) sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman
yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang
lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya
sesuai.
Perbanyakan secara kultur jaringan
dapat menghasilkan tanaman tanaman dalam jumlah yang sangat banyak dan
membutuhkan waktu yang relative singkat. Perbanyakan dengan kultur jaringan
tidak dapat dilakukan secara langsung melainkan harus menggunakan ala tang
lengkap dan steril di dalam laboratorium. Kebersihan alat akan mempengaruhi
perkembangan suatu tanaman sehingga dibutuhkan alat-alat yang steril dan
ruangan yang steril dan pengerjaan yang hati-hati untuk mendapatkan hasil yang
baik.
Kontaminasi yang terjadi pada kultur
jaringan merupakan fenomena yang cukup mengganggu dalam proses kultur jaringan.
Namun kontaminasi juga dapat dicegah dengan perlakuan- perlakuan yang aseptic. Oleh
karena sangat penting mempelajari dan mempraktekkan langsung bagaimana teknik
aseptic tersebut untuk mencegah adanya kontaminasi pada kultur jaringan.
1.2
Tujuan
Mengetahui
cara sterilisasi lingkungan kerja, alat dan media, serta bahan tanam.
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA
Aseptik adalah suatu keadaan terbebas dari
organisme yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu pertumbuhan organisme
utama. Keadaan terbebas ini mulai dari peralatan, media, bahan tanam dan
lingkungan kerja. Ada beberapa persyaratan utama dalam laboratorium dan semua
fasilitas dan sarana yang ada didalamnya agar tetap salam kondisi aseptik
(steril).
Salah satu kunci keberhasilan dalam
melakukan penanaman secara in vitro adalah sterilisasi bahan tanam (eksplan).
Eksplan yang akan ditanam pada media harus bebas dari mikroorganisme yang
menyebabkan kontaminan. Tahapan sterilisasi menjadi salah satu kendala utama
keberhasilan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Indonesia juga
mempunyai iklim tropis yang memungkinkan kontaminan seperti cendawan dan
bakteri terus tumbuha sepanjang tahun. Untuk jenis tanaman tertentu,
sterilisasi susah dilakukan karena kontaminan berada pada bagian internal dari
jaringan tumbuhan tersebut.
Sterilisasi merupakan proses pembebasan
bagian permukaan atau medium dari semua mikroorganisme baik dalam fase
vegetatif atau spora (Priyadarshini, 2011). Proses aseptik memainkan peran penting dalam
memberikan formulasi steril yang tidak dapat disterilisasi. Namun, sterilisasi
terminal, dikhususkan menggunakan proses panas lembab, karena dianggap metode
pilihan dalam mensterilkan (Gupta,2010 ). Sterilisasi alat-alat laboratorium
dari gelas misalnya: petri, tabung gelas, botol, pipet, dll, juga untuk
bahan-bahan minyak dan powder misalnya talk menggunakan sterilisasi dengan
udara panas (hot air oven) (Putranto, 2014).
Sterilisasi eksplan dapat dilakukan dengan
cara merendam bahan tanam dalam larutan kimia sistemik dengan waktu dan
konsentrasi perendaman tertentu. sterilisasi dengna cara ini dapat dilakukan
dengan menggunakan satu macam atau beberapa macam bahan kimia. Pada umumnya
bahan kimia yang sering digunakan untuk sterilisasi adlah alkohol, natrium
hipoklorit (NaOCl), kalsium hipoklorit atau kaporit (CaOCl), sublimat (HgCl2),
dan hidrogen peroksida (H2O2).
Autoclave digunakan untuk mensterilkan
alat-alat yang tahan terhadap panas dan untuk sterilisasi aquades dengan suhu
1210C selama 30 menit sedangkan untuk alat yang tidak tahan terhadap
panas disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%. Begitu juga dengan media yang
akan digunakan juga harus disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan
autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit (Fitri, 2012). Hal yang
harus diperhatikan bila mengerjakan sterilisasi menggunakan autoclave adalah:
harus ditunggu selama bekerja, hati-hati bila mengurangi tekanan dalam
autoclave (perubahan temperatur dan tekanan secara mendadak dapat menyebabkan
cairan yang disterilkan meletus dan gelas-gelas dapat pecah) (Putranto, 2014).
Laminar
Air Flow (LAF) dan alat yang
akan digunakan disterilkan terlebih dahulu dengan cara disemprot dengan alkohol
70%. Sebelum melakukan percobaan, alat yang akan digunakan diletakkan di dalam
LAF, kemudian menyalakan Fan dan Lampu UV pada LAF selama 30 menit (Sitorus,
2011). Ketika lampu UV dinyalakan, pintu laminar
air flowharus ditutup. Sementara itu, alat yang akan digunakan
disterilisasi dengan cara menyemprotkan alkohol. Prinsip kerja laminar air flow adalah setiap peralatan
yang masuk ke dalam harus steril. Dengan demikian, peralatan dan bahan yang
diperlukan harus disemprot dengan alkohol 70% termasuk tangan kita (Sandra,
2004).
Dalam melakukan sterilisasi, kita harus
mengetahui metode sterilisasi bahan tanam yang benar karena steril atau
tidaknya bahan tanam akan mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan eksplan
tersebut. beberapa penelitian menunjukkan bahwa dapat terbentuk suatu kalus
dari bahan tanam yang tumbuh jika melakukan teknik kultur jaringan dalam
kondisi aseptik dengan sterilisasi guna mengurangi kontaminasi mikroorganisme
(Darini, 2012).
Sebelum dilakukan sterilisasi, pada tahap
persiapan alat-alat yang akan digunakan semua peralatan dicuci bersih dengan
menggunakan detergen dan larutan pemutih sampai bersih, dan membilasnya sampai
bersih. Setelah dibersihkan kemudian alat-alat disterilisasi menggunakan oven
atau autoclave. Bahan-bahan yang
dapat disterilkan dengan menggunakan autoclave
antara lain tutp botol plastik, peralatan gelas, peralatan diseksi, pipet, air
murni, dan media kultur. Semua peralatan diseksi yang akan di sterilkan
dibungkus dengan kertas atau aluminium foil. Setelah itu mengatur autoclave dengan suhu 1210C
dengan tekanan 15 psi selama 15-20 menit. Untuk peralatan yang tebuat dari
logam, wadah-wadah, gelas, aluminium foil dan lainnya dapat disterilisasi
dengan cara pemanasan dalam oven pada suhu 130-1700C selama 2-4 jam
(Tuhuteru, 2012).
Dalam mensterilkan eksplan, biasanya
digunakan clorox 10% dan alkohol 70%. Sterilisasi eksplan dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu eksplan dibersihkan dengan air mengalir sebanyak
2-3 kali, kemudian mencuci dengan detergen dan membilas dengan aquadest pada
akhir pencuciannya. Eksplan direndam kedalam ethanol 70% selama beberapa menit.
Kemudian dicuci dengan air sebanyak 2-3 kali dan direndam dengan 0,1% bavistin
selama 15 menit. Selanjutnya dicuci dengan aquades sebanyak 2-3 kali. Lalu
direndam kedalam HgCl2 selama beberapa menit dan kemudian dicuci
lagi dengan menggunakan aquades (Lalitha, 2014).
Cara lain yang dapat dilakukan untuk
mensterilkan eksplan yang masih terbungkus dalam pelepahnya seperti jantung
pisang yaitu dengan cara segera mencuci dengan menggunakan detergen dan
membilasnya dengan menggunakan air yang mengalir. Selanjutnya, di dalam Laminar
Air Flow cabinet, pelepah dibuang, lalu disemprot dengan alkohol 96% dan
membakar pada bunsen. Setelah api padam, selanjutnya pelepah dibuka kembali,
eksplan diambil secara hati-hati dengan melepaskan pelepah yang masih menepel
satu demi satu dan kemudian ditanamkan pada botol kultur secara aseptik
(Lalitha, 2014). Eksplan yang sudah di sterilkan kemudian akan di tanam kedalam
media. Eksplan yang sudah ditanam akan diinkubasi dengan temperatur 28±20C
dengan pengaturan cahaya yaitu 16 jam terang dan 8 jam gelap dengan intensitas
cahaya 2000 lux (Ogero, 2012).
Tujuan utama dilakukan sterilisasi eksplan
sebelum ditanam kedalam media adalah untuk menhilangkan mikroorganisme yang ada
pada eksplan yang nanti akan menyebabkan terjadinya kontaminasi. Kontaminasi
tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan, dimana eksplan akan
mengalami hambatan dalam perkembangannya. Bahan kimia yang biasanya digunakan
untuk sterilisasi media kultur jaringan adalah HgCl2 dan NaClO.
Dalam mengatasi terjadinya kontaminasi biasanya digunakan antibiotik karena
lebih efektif terhadap beberapa bakteri yang mengganggu pertumbuhan eksplan.
Selain antibiotik, juga digunakan bahan kimia lain seperti clorox (NaOCl) yang
merupakan pensteril permukaan jaringan tanaman.
BAB III. METODE PELAKSANAAN
3.1
Waktu dan tempat
Waktu :
Minggu, 22 Mei 2016 pukul 09:00 WIB – selesai.
Tempat : Laboratorium kultur jaringan
tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2
Bahan dan alat
Bahan :
kulit batang singkong, embrio jagung, alcohol 70%, aquadest, baycline,
betadine, media yang sudah dibuat sebelumnya, detergent.
Alat : LAF, botol selai, pinset, Bunsen,
petridish, pisau.
3.3
Prosedur kerja
a. Kulit batang singkong
|
b. Embrio jagung
3.4
Parameter pngamatan
Parameter pengamatan yaitu adanya
kontaminan pada media, pada eksplan embrio jagung parameternya adalah panjang
tunas dan jumlah akar, untuk eksplan kulit batang singkong parameternya adalah
respon terhadap media dan warna.
BAB
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil pengamatan
a. Kontaminan
Media
|
Embryo
Jagung
|
Kulit
Singkong
|
||||||
Hari ke -
5
|
Hari ke -
7
|
Hari ke -
5
|
Hari ke –7
|
|||||
∑
|
K
|
∑
|
K
|
∑
|
K
|
∑
|
K
|
|
A1
|
0
|
-
|
1
|
B
|
0
|
-
|
0
|
-
|
A2
|
0
|
-
|
0
|
-
|
0
|
-
|
0
|
-
|
B1
|
0
|
-
|
0
|
-
|
0
|
-
|
0
|
-
|
B2
|
1
|
B
|
1
|
B
|
0
|
-
|
0
|
-
|
C1
|
0
|
-
|
1
|
B
|
0
|
-
|
0
|
-
|
C2
|
1
|
B
|
1
|
B
|
0
|
-
|
0
|
-
|
D1
|
0
|
-
|
0
|
-
|
0
|
-
|
0
|
-
|
D2
|
0
|
-
|
0
|
-
|
0
|
-
|
0
|
-
|
b. Eksplan
Media
|
Embryo
Jagung
|
Kulit
Singkong
|
||||||
Hari ke -
5
|
Hari ke -
7
|
Hari ke -
5
|
Hari ke –
7
|
|||||
Jumlah
akar
|
Panjang
tunas
|
Jumlah
akar
|
Panjang
tunas
|
Respon
|
Warna
|
Respon
|
Warna
|
|
A1
|
3,5
|
3,75
|
4,5
|
4
|
Melengkung
5/7
|
Brownie
|
Melengkung
7/7
|
Brownie
|
A2
|
1
|
3
|
1
|
4,25
|
Melengkung
ada kalus 4/4
|
Brownie
|
Ada kalus
besar 4/4
|
Hijau
kekuningan
|
B1
|
4
|
4,5
|
4
|
5,5
|
Melengkung
4/7
|
Brownie
|
Melengkung
5/7
|
Brownie
|
B2
|
1,5
|
7
|
1,5
|
7,75
|
Melengkung
4/4
|
-
|
Melengkung
5/7
|
-
|
C1
|
1
|
-
|
0
|
-
|
Melengkung
3/7
|
Brownie
|
Melengkung
ada kalus 7/7
|
Brownie
|
C2
|
3
|
7,5
|
3
|
8,5
|
Melengkung
ada kalus 4/4
|
Brownie
|
Melengkung
ada kalus 4/4
|
Brownie
|
D1
|
1,6
|
5
|
2
|
5,75
|
Melengkung
3/7
|
Brownie
|
Melengkung
6/7
|
Brownie
|
D2
|
3,5
|
5,5
|
3,5
|
6,25
|
Melengkung
ada kalus 4/4
|
Brownie
|
Melengkung
ada kalus 4/4
|
Brownie
|
Keterangan:
∑ : jumlah kontaminan
K : jenis kontaminan
4.2
Pembahasan
Setelah melaksanakan praktikum, kemudian
didapatkan hasil pengamatan yang berbeda dari setiap kelompok. Dalam hal ini
didapatkan 2 hasil pengamatan yakni kontaminan dan pertumbuhan eksplan.
Masing-masing kelompok menggunakan zat pengatur tumbuh yang berbeda begitu pula
dengan konsentrasinya. Hal ini mempengaruhi hasil pengamatan dari setiap
kelompok.
Untuk hasil pengamatan mengenai kontaminasi,
pada eksplan kulit singkong tidak mengalami kontaminasi di setiap botol. Namun,
pada eksplan embrio jagung, terdapat berbagai kontaminasi seperti di ulangan
A1, B2, C1, dan C2. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya
adalah ketidak higienisan praktikan dalam menanam eksplan. Tangan praktikan
dimungkinkan tidak sepenuhnya terkena alkohol sehingga memicu kontaminan
tumbuh. Pada saat bekerja di LAF, dimungkinkan kurang mengalami pemanasan pada
bunsen serta penutupan dengan plastik kurang rapat, sehingga kontaminan masih
dapat masuk.
Untuk hasil pengamatan pertumbuhan
eksplan, hal ini sangat berkaitan erat dengan hormon yang bekerja pada setiap
perlakuan.Pada eksplan embrio jagung, dapat dilihat bahwa pertumbuhan tunas
yang pesat ditunjukkan oleh kelompok ulangan C2, karena pada kelompok ini
memakai hormon IBA dan BAP. Kedua hormonini yang memicu pertumbuhan pada
tanaman. Sedangkan untuk pertumbuhan akar, yang paling pesat dapat ditunjukkan
pada kelompok ulangan A1 yang memakai hormon IAA. Hormon inilah yang dapat
memicu pertumbuhan akar.
Sedangkan
pada pertumpuhan eksplan kulit singkong, respon yang paling pesat ditunjukkan
pada kelompok ulangan C2 yakni adanya kalus dari hari ke hari dan mengalami
pertumbuhan serta berwarna brownie. Kelompok ini menggunakan hormon IAA. Hormon
IAA ini merupakan hormon pemicu pertumbuhan tanaman.
Setelah diamati, ternyata
hormon yang paling dominan berperan adalah hormon IAA. Menurut (Saad and
Elshahed, 2012) mengatakan bahwa IAA adalah satu-satunya auksin alam yang
terjadi di jaringan tanaman. Ada auksin sintetis lainnya yang digunakan dalam
media kultur seperti asam asetat 4-chlorophenoxy atau p-kloro- asam asetat
fenoksi (4-CPA, PCPA), 2,4,5-trikloroasetat asam asetat fenoksi (2,4,5 T), 3,6-
dikloro-2-methoxy- asam benzoat (dikamba) dan 4- amino-3,5,6-trikloro-picolinic
acid (picloram). Dalam kultur jaringan, auksin biasanya digunakan untuk
merangsang produksi kalus dan pertumbuhan sel, untuk memulai tunas dan
perakaran, untuk menginduksi embriogenesis somatik, untuk merangsang
pertumbuhan.
Untuk melakukan kultur jaringan pada
tanaman, maka diperlukan teknis steril atau teknis aseptik untuk menghasilkan
eksplan dan tanaman kultur jaringan yang baik. Teknis aseptik ini bukan hanya
dilakukan pada media maupun alat-alat yang akan digunakan untuk praktikum,
melainkan juga diberlakukan pada badan praktikan seperti mengenakan masker dan
sarung tangan. Teknis aseptik ini sangat diperlukan pada saat proses in vitro
tanaman. Menurut (Mihaljević,
dkk,2013) mengatakan bahwa tanaman yang
terkontaminasi dapat mengurangi tingkat perkalian dan rooting atau mungkin
mati. Teknis aseptik ini diperlukan untuk menghilangkan kontaminan asing
termasuk bakteri dan jamur dari eksplan dan itu sangat sulit untuk mendapatkan
bahan tanaman steril benar-benar bebas dari kontaminasi.
Menurut (Tyagi, dkk, 2011) mengatakan bahwa kontaminasi dengan mikroorganisme
dianggap menjadi alasan yang paling penting untuk kerugian selama kultur in
tanaman. Mikroorganisme tersebut termasuk virus, bakteri, jamur, jamur,
mikroba. Kehadiran mikroba ini biasanya disebabkan peningkatan mortalitas
budaya tetapi juga dapat mengakibatkan pertumbuhan tidak berubah-ubah, nekrosis
jaringan, mengurangi proliferasi tunas dan mengurangi rooting. Meskipun terbaik
waktu dan pilihan upaya itu hampir tidak mungkin untuk menghilangkan
kontaminasi dari in vitro tumbuh tanaman. Salah satu metode aseptik adalah
dengan metode sterilisasi permukaan yang terbukti telah mengurangi tingkat
kontaminasi eksplan daun yang dipilih secara langsung dari lapangan tumbuh
tanaman obat sekaligus mengurangi waktu dan risiko yang terkait dengan
penggunaan pelarut organik secara signifikan. Selama sterilisasi, bahan hidup
tidak harus kehilangan aktivitas biologis mereka dan hanya kontaminan harus
dihilangkan, karena eksplan disterilkan permukaannya hanya dengan pengobatan
dengan larutan disinfektan pada konsentrasi cocok untuk jangka waktu tertentu.
Disinfektan banyak digunakan adalah natrium hipoklorit.
Pada praktikum ini kami
tidak hanya menggunakan larutan hipoklorit saja, namun sterilisasi juga
menggunakan LAF (Laminar Air Flow).
LAF ini juga merupakan alat yang digunakan saat menanam eksplan agar tidak
mengalami kontaminasi. Bekerja di dalam Laf haruslah steril. Praktikan
menggunakan masker dan tidak boleh bayak berbicra saat menanam eksplan. Sebelum
bekerja di LAF, praktikan diwajibkan untuk menyemprotkan tangan dengan alkohol
70%, hal ini bertujuan agar semua pekerjaan dikerjakan secara steril dan
menghambat pertumbuhan bakteri ataupun jamur kontaminan.
Di dalam LAF, sebelum eksplan ditanam ,
maka eksplan harus dipotong terlebih dahulu kemudian digojok dengan menggunakan
baycline, kemudian setelah disayat, eksplan yang akan ditanam dibersihkan
dengan menggunakan betadine secara berkala yakni dari onstentrasi rendah ke
kosentrasi tinggi. Baycline dan betadine ini merupakan salah satu contoh
laritan hipoklorit yang merupakan desinfektan terbaik untuk membunuh
kontaminan, khususnya bakteri.
Dalam perlakuan in vitro, kami
menggunakan baycline yang mengandung sodium hipoklorit.Menurut (Tyagi, dkk,
2012) mengatakan bahwa sodium hipoklorit biasanya dibeli sebagai pemutih cucian
adalah pilihan yang paling sering untuk sterilisasi permukaan. Ini sudah
tersedia dan dapat diencerkan dengan konsentrasi yang tepat. Keseimbangan
antara konsentrasi dan waktu harus ditentukan secara empiris untuk setiap jenis
eksplan karena fitotoksisitas. Kalsium hipoklorit digunakan terutama di Eropa
dan konsentrasi umumnya digunakan adalah 3,25%, itu mungkin kurang merugikan
menanam jaringan dari sodium hypochlorite. Ethanol adalah sterilisasi kuat agen
tapi juga sangat fitotoksis. Oleh karena itu, eksplan biasanya diberi perlakuan
pemberian larutan sodium hipoklorit itu hanya beberapa detik atau menit.
Menurut
Yildiz (2012), Kultur jaringan tumbuhan adalah teknologi menggunakan tumbuhan
propagul bagian yang digunakan yaitu bagian yang kecil dari jaringan tersebut
(eksplan) yang tumbuh dalam medium dengan kondisi steril. Dalam mengkultur
suatu tanaman perlu dilakukan sterilisasi eksplan agar eksplan yang kita tanam
pada media nantinya tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme yang tidak
diinginkan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan memasukkan eksplan kedalam
etanol 70% lalu menunggu selama 25 detik kemudian mencucinya menggunakan
aquades steril selanjutnya direndam dalam larutan sodium hipoklorit 1% selama
10 menit lalu dicuci dengan aquades steril secara bertingkat sebanyak 3-4 kali,
sodium hypoklorit yang digunakan adalah bayclean dimana bahan ini digunakan
sebagai antibakteria untuk membunuh bakteri yang terdapat disekitar eksplan.
Sterilisasi eksplan ini dilakukan di dalam laminar air flow dengan kondisi
aseptik. Menurut Ismail (2012), Laminar air flow sangat penting dalam proses
sterilisasi dan penggunaanya harus hati-hati serta terampil. Selanjutnya
eksplan diambil menggunakan pinset steril untuk kemudian diletakkan pada media.
Selain itu tahapan sterilisasi tiap eksplan berbeda
disesuaikan dengan jenis eksplannya, sebagai
patokan, konsentrasi bahan dan waktu yang diperlukan untuk sterilisasi eksplan diantaranya
yaitu Sterilisasi
Ringan, Eksplan kuljar direndam dalam
cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril.
Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit,
lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih
pakaian 10% selama 10 menit, lalu dengan air steril tiga kali.
Sterilisasi Sedang, Eksplan kuljar direndam dalam HgCl2 0,1-0,5 mg/l selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril. Setelah itu,
eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit, lalu bilas
dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 10%
selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril tiga kali.
Sterilisasi Keras, Eksplan kuljar direndam dalam HgCl2 0,1-0,5 mg/l selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Setelah itu,
eksplan direndam dalam alkohol 90% selama 15 menit, lalu bilas dengan air
steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit,
lalu dibilas dengan air steril tiga kali.
Eksplan dari jaringan muda dengan titik tumbuh
mempunyai peluang membentuk tanaman lengkap lebih besar dibandingkan dari
jaringan tua, karena jaringan muda bersifat meristematis dan aktif
membelah, pada lingkungan tumbuh yang cocok akan terjadi proliferasi dan
organogenesis. Eksplan ini ditanam di media dan diberikan hormon atau ZPT yang
berbeda beda. Namun , tidak semua sel di dalam jaringan tanaman memberikan
respon terhadap ZPT yang diberikan, suatu sel hanya memberikan
respon pada stadia tertentu dalam siklus pertumbuhan tanaman. Dengan demikian
selain genotipe tanaman, kondisi fisiologi eksplan seperti kemampuan
meristematis, juga stadia pertumbuhan dari sel atau jaringan juga sangat
menentukan keberhasilan regenerasi tunas. Hal ini terkait dengan metabolisme
sel, ketersediaan zpt endogen serta aktifitas gen-gen yang mengendalikan proses
pertumbuhan dan perkembangan.
Komposisi dan konsentrasi hormon
pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis
eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon
pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari
eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang
terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan
melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan
untuk mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan
arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan.
Callogenesis merupakan respon awal yang
ditandai dengan terbentuknya kalus yang mulai terbentuk pada bagian tepi
eksplan (bagian perlukaan) bagian atas maupun bagian bawah yang bersentuhan
dengan media, tetapi kalus lebih cepat terbentuk pada bagian yang bersentuhan
dengan media, yaitu bagian abaksial daun. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan
proses pengambilan nutrisi medium oleh eksplan. Penyerapan unsur hara akan
lebih baik karena terjadi kontak langsung antara media dengan bagian abaksial daun.
Munculnya kalus pada bagian yang terluka diduga karena adanya rangsangan dari
jaringan pada eksplan untuk menutupi lukanya. Hal ini sesuai literatur bahwa
pembelahan sel yang mengarah pada terbentuknya kalus terjadi dari adanya respon
terhadap luka dan suplai hormon alamiah atau buatan dari luar ke dalam eksplan.
Selain itu terdapat pula respon lain
yaitu proses organogenesis eksplan secara in vitro terjadi dengan dua cara yang
berbeda yaitu secara langsung dan tidak langsung. Eksplan menunjukkan respon
organogenesis secara tidak langsung apabila eksplan tumbuh melalui kalus,
kemudian akan berdiferensiasi menjadi tunas dan akar. Eksplan menunjukkan
respon secara organogenesis langsung apabila eksplan tumbuh langsung membentuk
tunas dan akar, tanpa melalui pembentukan kalus. Menurut Dhaliwal et al, 2003
(dalam K. Nisak), eksplan daun tembakau dapat membentuk tunas dan akar secara
langsung atau tidak langsung, tergantung zat pengatur tumbuh dalam medium
kultur .
Oleh karena itu, setiap eksplan
memberikan respon yang berbeda-beda. Terbukti dari hasil pengamatan yang
diperoleh setiap kelompok berbeda-beda. Misalkan pada A1 dan B1
(kulit singkong) kondisi eksplan maupun responnya berbeda. Dalam hari ke-5 pada
A1 respon tanaman kulit singkong menunjukkan responnya yang berupa
melengkung 5/7 sedangkan B1 memberi respon melengkung 4/7. Begitu
pun pada hari ke-7 responnya semakin bertambah tetapi ada juga yang tidak
mengalami perubahan, yaitu pada C2 dan D2 antara hari
ke-5 dan hari-7 tidak ada respon yang berbeda atau tidak mengalami perubahan.
BAB
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Teknik aseptic sangat diperlukan dalam
pelaksanaan kultur jaringan untuk menghindari adanya kontaminasi. Kontaminasi
dapat berasal dari manapun seperti dari lingkungan kerja, alat dan media,
maupun dari teknik pengerjaan yang kurang steril. Teknik untuk mensterilkan
tiap bahan, alat, media, dan bahan tanam berbeda-beda tergantung dari jenisnya.
5.2
Saran
Teknik pengerjaan kultur jaringan
memerlukan kondisi yang steril, sebaiknya praktikan lebih tertib dalam
pengerjaan kultur jaringan dan tidak banyak bicara saat bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Darini,
Maria Theresia. 2012. Efektivitas Sterilisasi dan Efisiency Media Morashige
Skoog Terhadap Pertumbuhan Eksplan Lidah Buaya. Aginecca, Vol 12 No. 2, ISSN: 0854-2813.
Fitri,
M. Satria, Zairin Thomy, dan Essy Harnelly. 2012. In-Vitro Effect of Combined Indole Butyric Acid (IBA) and Benzil
Amino Purine (BAP) on the Planlet Growth of Jatropa
curcas L. Jurnal Natural Vol. 12,
No. 1.
Gupta,
dkk. 2010. Asetic Processing Risk Management: A Review. International Journal of Pharmaceutical Sciences and ResearchVol.
1, Issue 10. ISSN: 0975-8232.
Ismail,
Sabeed O. 2012. Analyses and Modeling of Laminar Flow in Pipes Using Numerical
Approach. Journal of Sofware Engineering
and Application. Vol 1 (5) : 653-658.
K.,
Nisak, dkk. 2012. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur
Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 1 (1) : 1-6.
Lalitha,
N., L. M. Devi, dkk. 2014. Effect of Plant Derived Gelling Agents as Agar
Substitute in Micropropagation of Mulberry (Morus
indica L. Cv. S-1635). International
Journal of Advanced Research. Vol. 2, Issue 2, 683-690. ISSN 2320-5407.
Mihaljevic,
Ines, dkk. 2013. In Vitro Strelizitation Procedures For Micropropagation Of
‘Oblacinska’ Sour Cherry. Journal of Agricultural Science. Volume 58 Number 2.
Ogero,
Kwame Okinyi, Gitonga Nkanata Mburugu, dkk. 2012. Low Cost Tissue Culture
Technology in the Regeneration of Sweet Potato (Ipomoea batatas (L) Lam). Reserach
Journal of Biology. Vol. 02, Issue. 02, pp. 51-58. ISSN 20149-1727
Putranto,
R.H. 2014. Corynebacterium diphtheriae
Diagnosis Laboratorium Bakteriologi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia
Priyadarshini,
dkk. 2011. Sterilization Methods in Orthodontics -A Review.
International
Journal Of Dental Clinics
:3(1):44-47 ISSN 0975-8437.
Saad,
Abobkar I.M and Elshahed, Ahmed M. 2012. Plant Tissue Culture Media. InTech Journal.
Sandra,
Edhi. 2004. Kultur Jaringan Anggrek Skala
Rumah Tangga. Jakarta : Agro Media Pustaka
Sitorus, Ertina Novaria., Ebdah Dwi Hastuti dan Nintya Setiari.
2011. Induksi Kalus Binahong (Basella
rubra L.) Secara In-Vitro pada
Media Murashige & Skoog dengan Konsentrasi Sukrosa yang Berbeda. Bioma Vol. 13, No. 1. ISSN: 1410-8801.
Tuhuteru, S., M. L. Hehanussa, S. H. T. Raharjo. 2010. Pertumbuhan
dan Perkembangan Anggrek Dendrobium
anosmum pada Media Kultur In-Vitro dengan Beberapa Konsentrasi Air Kelapa. Agrologia, Vol. 1, No. 1, (1-12).
Tyagi,
V. Sing Ankur, dkk. 2011. Identification And Preventation Of Bacterial
Contamination On Explant Used In Plant Tissue Culture Labs. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Science. Volume 3 Number 4.
Yildiz,
Mustafa. 2012. The Prerequisite of the
Succes in Plant Tissue Culture: High Frequency Shoot Regeneration. Licensee
InTech Chapter 4.
Makasih Kak, udah di share. Bagus banget, buat referensi ��
BalasHapus