Kamis, 23 Juni 2016

# fisiologi tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN “Pematahan Dormansi Biji”


LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN
“Pematahan Dormansi Biji”


Oleh:
Nama                                              : Rose Lolita
NIM                                                : 130210103027
Kelas                                              : C
Kelompok                                      : 4


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER

2015
I.                   Judul                   
Pematahan Dormansi Biji
II.                Tujuan                
Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi
III.             Dasar Teori
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo. Tipe dormansi biji antara lain:
1.      Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan structural terhadap perkedcambahan. seperti kulit biji ynag keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas pada beberapa jenis tanaman
2.      Dormansi fisiologis : dapat disebabkan oleh bebrapa mekanisme, umumnya dapat disebabkan oleh pengatur tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat juga oleh factor-faktor dalam sepert immaturity atau ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologis lainnya (Salisbury, 1995:128).
Menurut Tamin (2007) dormansi benih merupakan ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada suatu kisaran keadaan luas yang dianggap menguntungkan untuk benih tersebut. Dormansi dapat disebabkan karena tidak mampunya benih secara total untuk berkecambah atau hanya karena bertambahnya kebutuhan yang khusus untuk perkecambahannya. Dormansi benih dapat disebabkan keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis embrio, atau kombinasi dari keduanya.
Dormansi adalah suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda atau keadaan istirahat, merupakan kondisi yang berlangsung selama suatu periode yang tidak terbatas walaupun berada dalam keadaan yang menguntungkan untuk perkecambahan. Biji yang dorman adalah biji yang gagal berkecambah, apabila diletakkan pada suatu lingkungan yang mendukung perkecambahan anggota populasi biji yang lain, yang tidak dorman (Gardner, 1991).
Menurut Abidin (1993) dormansi terjadi disebabkan oleh faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal). Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji adalah ; tidak sempurnanya embrio (rudimetery embrio), embrio yang belum matang secara fisiologis, kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis), kulit biji impermeable, dan adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan.
Fase induksi terjadi pada saat biji mengalami pematangan (maturation) menuju fase istirahat. Proses ini dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, zat kimia dan faktor lingkungan lainnya. Kehadiran inhibitor (seperti ABA) dan promoter (auksin, giberelin, dan sitokinin) sangat berpengaruh terhadap biji yang mengalami dormansi dan perkecambahan (Abidin 1993).
Perkembangan kulit biji impermeabel berpengaruh secara langsung terhadap fase istirahat (dormansi). Kulit biji impermeabel bagi biji yang sedang mengalami dormansi, dapat mereduksi kandungan oksigen yang ada dalam biji, sehingga dalam keadaan anaerobik, terjadi sintesa zat penghambat tumbuh. Pemecahan dormansi dan penciptaan lingkungan yang cocok sangat perlu untuk memulai proses perkecambahan untuk beberapa spesies. Perlakuan tergantung pada tipe dormansi yang terlibat (dormansi fisik, dormansi fisiologi, atau dormansi ganda). Perlakuan tersebut mencakup skarifikasi, stratifikasi, biakan embrio, dan berbagai kombinasi dari perlakuan-perlakuan ini dengan pengaturan lingkungan yang cocok (Harjadi 1991).
Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeabel (impermeabel) dapat dirangsang dengan skarifikasi – pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeabel terhadap gas-gas dan air. Ini tercapai dengan bermacam teknik, cara-cara mekanik termasuk tindakan pengempelasan merupakan tindakan paling umum. Tindakan air panas 77 – 100 0C efektif untuk benih “honey locust”. Beberapa benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 (Harjadi 1991).
Kulit biji yang keras merupakan mekanisme dormansi utama pada biji legum. Kedap air pada biji legum merupakan akibat dari dua faktor : (1) kulit biji yang memiliki lapisan skleroid sel-sel Malpighi yang padat dan kompak dengan sudut tegak lurus terhadap permukaan kulit biji (testa) ditambah dengan fenolik, atau senyawa penolak air lain, yang umum terdapat pada biji legum (Evenari 1949 ; Amen 1963 dalam Gardner 1991)) ; (2) tertutupnya lubang alami dalam kulit biji, termasuk mikropil, ari-ari biji, dan pleurogram (suatu cekungan di bawah mikropil dan ari-ari biji). Olvera dan kawan-kawan (1982) dalam Gardner (1991) menyimpulkan bahwa faktor utama yang bertanggung 23 jawab atas kerasnya biji pada Leucaena (legum) adalah tertutupnya pleurogram. Strukturstruktur ini tertutup apabila tingkat kelembapan di dalam biji lebih rendah daripada tingkat kelembapan di dalam biji yang memungkinkan uap air keluar tetapi tidak dapat masuk.
Sejumlah besar perlakuan masak lanjut efektif dalam hal mematahkan dormansi biji keras. Asam atau basa kuat sangat efektif, tetapi dapat juga merupakan biji. Pemanasan pada suhu 100 0C selama 1,5 menit, seperti yang dihasilkan oleh lampu infra-merah 250 W atau air panas juga efektif dalam mengurangi kandungan biji keras. Pengelupasan (penggosokan/abrasi mekanis, asam atau perlakuan kulit biji dengan air panas) dapat menghilangkan sumbat hilum dan meningkatkan permeabilitas (Gardner, 1991).
Menurut Kartasapoetra (2003), dormansi dapat diatasi dengan perlakuan-perlakuan dengan pemarutan atau penggoresan (skarifikasi), yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih agar dapat dilalui air dan udara ; melemaskan kulit benih dari sifat kerasnya ; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara periodik mengguncang-guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi ; perubahan suhu ; dan zat kimia. Sedangkan menurut, pematahan dormansi dapat diganti dengan zat kimia seperti KNO3, thiorea dan asam giberalin. Pada kenyataannya, 24 pada organ secara visual disebut dormansi, sesungguhnya masih berlangsung perubahanperubahan biokimia dan struktur mikroskopiknya.
Perkecambahan adalah suatu proses mengaktifkan embrio yang mengakibatkan terbukanya kulit benih dan munculnya tumbuhan muda. Beberapa hal penting yang terjadi pada saat perkecambahan adalah imbibisi (penyerapan) air, pengaktifan enzim, munculnya kecambah dan akhirnya terbentuklah anakan (Copeland, 1976).
Zat pengatur tumbuh tanaman (plant regulator) adalah senyawa organik yang bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh 25 (hormon) adalah zat kimia yang dibuat dalam suatu bagian tanaman tertentu, tetapi mempengaruhi bagian lain dari tanaman tersebut (Darmawan dan Baharsjah 2010). Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis (Abidin 1993).
Zat pengatur tumbuh giberelin fungsinya untuk merangsang pembesaran dan pembelahan sel. Terutama untuk merangsang pertumbuhan primer. Giberelin mempengaruhi perkecambahan dan mengakhiri masa dorman pada biji. Giberelin, sedikitnya terdiri dari 9 persenyawaan terpenoid yang berhubungan dekat. Senyawa ini ditemukan dari studi mengenai pertumbuhan yang berlebihan dari padi yang diserang suatu cendawan, mempengaruhi meristem di bawah ujung. Pengaruh yang paling menakjubkan adalah rangsangan pertumbuhan pada banyak tipe tanaman yang mampat (roset). Pemberian sedikit saja mengubah buncis tipe semak ke tipe menjalar, atau jagung kerdil ke jagung biasa. Efek ini digunakan untuk uji biologi. Disamping membalik sifat kerdil, giberelin memiliki efek yang luas dalam banyak proses perkembangan, terutama yang dikendalikan oleh suhu dan cahaya (fotoperiode) ; termasuk dormansi tanaman dan biji, perkecambahan, perkembangan tangkai biji dan buah (Harjadi 1991).
Tahap  pertama  perkecambahan dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih,  yang  kemudian  melunaknya  lubang perkecambahan,  dan  hidrasi  oleh protoplasma.  Tahap  kedua  dimulainya kegiatan  sel  dan  enzim  serta  naiknya tingkat  respirasi  benih.  Tahap  ketiga merupakan  tahap  terjadinya  penguraian bahan-bahan karbohidrat, lemak dan.protein menjadi  bentuk  yang  terlarut  dan ditranslokasikan  ke  seluruh  titik  tumbuh. Tahap  keempat  proses  perkecambahan benih  adalah  asimilasi  dari  bahan-bahan yang  telah  terurai  di  daerah  meristematik, menghasilkan  energi  untuk  kegiatan pembentuk  komponen  dan  pertumbuhan dari kecambah  melalui  proses pembelahan, pembesaran  dan  pembagian  sel-sel  pada titik-titik tumbuh. Sebelum daun berfungsi, maka  pertumbuhan  kecambah  sangat tergantung  pada  ketersediaan  makanan  di dalam biji (Nurshanti, 2013). Menurut Kartasapoetra (1995:63), syarat perkecambahan biji antara lain :
a.       Tersedianya Air
Bagian biji yang mengatur masuknya air yaitu kulit dengan cara imbibisi (perembesan) dan mikro raphae hilum dengan cara difusi (perpindahan substansi karena perbedaan konsentrasi) dari kadar air tinggi ke rendah/konsentrasi larutan rendah ke tinggi. Faktor yang mempengaruhi penyerapan air : permeabilitas kulit/membran biji dan konsentrasi air. Karena air masuk secara difusi, maka konsentrasi larutan diluar bji harus tidak lebih pekat dari di dalam biji.
b.      Suhu air : suhu air tinggi energi meningkat, difusi air meningkat sehingga     kecepatan penyerapan tinggi
c.       Tekanan hidrostatik : berbanding terbalik dengan kecepatan penyerapan air.  Kerika volume air dalam membran biji telah sampai pada batas tertentu akan timbul tekanan  hidrostatik yang mendorong keluar biji sehingga kecepatan penyerapan air menurun
d.      Luas permukaan biji yang kontak dengan air : berhubungan dengan kedalaman penanaman biji dan berbanding lurus      dengan kecepatan penyerapan air
e.       Daya intermolekuler : merupakan tenaga listrik pada molekul-molekul tanah atau media tumbuh. Makin rapat molekulnya, makin sulit air diserap oleh biji.Berbanding terbalik dengan kecepatan penyerapan air.
f.           Spesies dan Varietas : berhubungan dengan faktor genetik yang menentukan susunan kulit biji
g.      Tingkat kemasakan : berhubungan dengan kandungan air dalam biji, biji makin masak, kandungan air berkurang, kecepatan penyerapan air meningkat
h.      Komposisi Kimia : biji tersusun atas karbohidrat, protein, lemak. Kecepatan penyerapan air: protein > karbohidrat > lemak
i.           Umur : berhubungan dengan lama penyimpanan makin lama disimpan, makin sulit menyerap air.


IV.             Metodologi Penelitian
a.       Alat dan Bahan
Alat :
1.      Beaker glas
2.      Petridisk
3.      Kertas ampelas
4.      Silet
            Bahan
1.      Biji asam
2.      Asam sulfat
3.      Air
4.      Kapas
b.      Cara kerja
Memasukkan 10 biji asam pada asam sulfat selama 15 menit, kemudian di cuci dengan air
Menghilangkan kulit biji pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan cara digosok dengan menggunakan ampelas atau dikupas menggunakan silet sebanyak 10 biji
Menyiram dengan air secukupnya setiap hari untuk menjaga kelembaban
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan sesuai dengan jumlah kelompok
Memilih 20 biji asam pada setiap kelompok
Sebagai kontrol, melakukan perkecambahan terhadap 10 biji tanpa perlakuan
Menyusun biji-biji di atas bak perkecambahan yang telah dilapisi kapas basah, menutup dengan kapas lagi di atasnya.

Meletakkan biji asam yang telah di rendam ke dalam kapas yang sudah di basahi menggunakan air di petridisk
 



























V.                Hasil pengamatan
Kelompok
Perlakuan
Biji yang berkecambah
Presentase
1
Kontrol
-
0 %
Ampelas
9
90 %
H2SO4
-
0 %
2
Kontrol
-
0 %
Ampelas
5
50 %
H2SO4
-
0 %
3
Kontrol
-
0 %
Ampelas
5
50 %
H2SO4
-
0 %
4
Kontrol
-
0 %
Ampelas
9
90 %
H2SO4
-
0 %

VI.             Pembahasan
Pada praktikum kali ini yang berjudul pematahan dormansi biji memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji asam yang berkulit keras dengan melakukan perakuan fisik ataupun kimiawi. Dalam praktikum kali ini kami menggunakan alat yaitu petridish, ampelas, silet, dan beaker glass. Kemudian bahan yang di gunakan adalah biji asam,air, kapas, dan asam sulfat.
Dalam hal ini dormansi sendiri merupakan masa istirahat dari biji mengakibatkan tidak terjadinya proses perkecambahan, biasanya dormansi ini di pengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam dari biji tersebut. Dormansi pada benih ini berhubungan dengan usaha dari benih itu sendiri yang menunda perkecambahan, hingga waktu tertentu dimana lingkungan akan mendukung terjadinya perkecambahan yaitu dengan ketersediaan air ataupun nutrisi yang ada di lingkungannya baru benih akan berkecambah. Dormansi ini nantinya dapat terjadi pada kulit biji ataupun pada embryo. Pematahan embryo yang di lakukan dengan karifikasi di gunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Perkecambahan sendiri di mulai dengan proses imbibisi atau penyerapan air oleh benih atau biji, kemudian biji yang tadinya keras menjadi lunak, dan terjadi hidrasi oleh protoplasma. Kemudian tahap selanjutnya terjadi kegiatan sel dan enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Kemudian selanjutnya tahap penguraian bahan-bahan karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk terlarut atau sudah di uraikan oleh enzim sebelumnya kemudian di translokasikan ke semua titik tumbuh. Lalu proses selanjutnya terjadi proses perkecambahan benih atau biji yaitu terjadi asimilasi dari bahan-bahan yang telah terurai pada daerah meristematik yang nantinya akan menghasilkan energi yang nantinya di gunakan untuk kegiatan pembentukan komponen seperti batang daun dan bagian lainnya, pertumbuhan pun dimulai dari proses perkecambahan melalui proses pembelahan sel-sel, kemudian diferensiasi sel pada daerah meristematik, lalu sel menjadi sel yang sudah utuh atau sempurna yang nantinya akan membentuk struktur-struktur bagian tumbuhan di mulai dari batang dari hipokotil, plumul yang nantinya akan berubah menjadi daun, radikula yang akan tumbuh menjadi akar sehingga nantinya akan membentuk tumbuhan yang sempurna. Yang nantinya akan tumbuh terus pada bagian ujung yaitu bagian sel-sel meristemnya.
Langkah kerja yang di lakukan pada praktikum kali ini adalah pertama menyiapkan alat dan bahan yang ingin di gunakan kemudian setiap kelompok mengambil 20 biji asam. Selanjutnya 10 biji asam di ambil dan di masukkan ke dalam asam sulfat selama 15 menit, setelah 15 menit di masukkan ke dalam kapas yang sudah di tetesi air pada petridish lalu setiap hari di sirami pastikan jangan sampai kering. Perlakuan ini dinamakan dengan perlakuan kimiawi yang di harapkan dapat mematahkan dormansi pada biji asam, tujuan di berikan asam sulfat adalah untuk mengurangi efek korosif asam sehingga tidak merusak kandung lembaga dan kotiledon biji asam. Kemudian 10 biji yang lain di kupas menggunakan silet hingga kulitnya tidak ada, lalu menyusun 10 biji tersebut pada petridish yang sudah terdapat kapas dan juga sudah di basahi oleh air, lakukan penyiraman setiap hari pastikan kapas dalam keadaan basah setiap saat. Tujuan pengupasan adalah untuk mematahkan dormansi pada biji sehingga nantinya biji dapat berkecambah. Mengamati terjadi nya perkecambahan selama satu minggu.
Setelah satu minggu di dapatkan hasil pada perlakuan kontrol tidak ada biji yang berkecambah sama sekali. Kemudian pada perlakuan pemberian asam sulfat juga tidak ada yang berkecambah pada semua kelompok. Pada perlakuan pengelupasan kulit biji asam baru terjadi perkecambahan dimana pada kelompok 1 di dapatkan biji yang berkecambah 9 biji. Lalu pada kelompok 2 biji yang berkecambah 5 biji, pada kelompok 3 yang berkecambah 5 biji. Kemudian pada kelompok 4 yang berkecambah 9 biji.
Berdasarkan hal tersebut di dapatkan hasil bahwa dari 90 biji asam yang di tumbuhkan pada praktikum kali ini semua biji pada kontrol dan asam sulfat tidak melakukan perkecambahan. Yang melakukan perkecambahan adalah pada perlakuan mekanik yaitu pengelupasan kulit biji asam yaitu jumlahnya 28 biji yang berkecambah. Pada perilaku kontrol tidak sesuai dengan teori yang ada seharusnya pada kontrol biji hanya di beri perlakuan pemberian air setiap hari sehingga nantinya kapas akan menutupi biji dan kapas selalu basah maka akan menyebabkan terjadinya perkecambahan. Seharusnya ketika kapas basah mengakibatkan biji terendam air, tujuan perendaman air ini adalah untuk menurunkan suhu yang ada pada benih sehingga dapat menurunkan hormon ABA. Perlakuan pendinginan biji ini jika di sesuaikan teori disebut juga dengan cara stratifikasi. Cara ini tergolong ke dalam pematahan dormansi biji secara fisika. Dimana pada pematahan dormansi ini di awali dengan penurunan suhu yang nantinya menyebabkan penurunan hormon asam absitat (ABA) secara drastis, ketika hormon ABA menurun maka mengakibatkan hormon sitokinin meningkat. Ketika sitokinin meningkat mengakibatkan hormon GA3 (giberelin) masuk ke dalam endosperm dan terjadi proses transkripsi dari DNA template menjadi mRNA yang membawa kodon kemudian terjadi translasi yang mengkode kodon yang di bawa oleh mRNA tadi menjadi asam amino tertentu. Giberelin (GA3) yang terdapat pada lapisan sel aleuron dapat memacu siintesis enzim α-amilase untuk mengubah karbohidrat menjadi glukosa yang nantinya berfungsi sebagai energi bagi sel. Lalu glukosa/gula nantinya di distribusikan ke titik tumbuh tanaman sehingga muncul epikotil dan radikula (awal perkecambahan).
Pada praktikum kali ini pada bagian atas dan bagian bawah dari kapas ini petridish dilapisi dengan kapas basah yang bertujuan untuk menjaga suhu tetap optimum, karena suhu yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi dapat menghambat proses perkecambahan. Kandungan dominan kapas terdiri atas serat - serat tumbuhan (selulosa) dan kapas dapat menjaga kelembapan yang lebih lama dan lebih baik daripada media tanah, sehingga biji asam yang ditanam di media kapas dapat tumbuh lebih cepat daripada di tanah. Selain itu terkstur kapas yang lembut sangat cocok untuk akar tanaman biji asam yang masih muda dan lemah sehingga akar muda tersebut dapat berkembang lebih baik untuk jangka waktu tertentu.
Kemudian pada perlakuan pengelupasasn sudah sesuai dengan teori pada semua kelompok terjadi perkecambahan, yaitu 28 biji yang melakukan perkecambahan. Perlakuan pematahan biji secara mekanik dengan pengelupas ini bertujuan agar kulit biji yang keras hilang sehingga nantinya lebih permeable terhadap air dan gas, sehingga biji dapat melakukan imbibisi dan terjadi proses perkecambahan kemudian terjadi proses pertumbuhan di mana epikotil dan radikula tumbuh menjadi akar dan daun. Perlakuan penghilangan kulit biji seperti ini jika di sesuaikan dengan dasar teori disebut cara skarifikasi. Mekanisme pematahan dormansi pada perlakuan ini adalah setelah biji diamplas maka tidak ada lagi penghalang bagi air maupun faktor eksternal lain seperti cahaya untuk merangasang biji agar berkecambah, sehingga setelah penghalang tersebut hilang maka biji bisa cepat berkecambah. Terdapat 12 biji yang tidak berkecambah hal ini dapat terjadi di karenakan kurangnya nutrisi yang ada pada substrat mengakibatkan pada saat proses imbibisi tidak sempurna mengakibatkan tidak terjadinya pematahan dormansi.
Lalu pada saat pemberian asam sulfat H2so4 di dapatkan hasil seluruh kelompok tidak terjadi pematahan dormansi atau tidak terjadi perkecambahan. Pemberian asam sulfat ini tergolong pematahan dormansi biji dengan cara kimiawi. Pada hasil pengamatan tersebut tidak sesuai dengan teori seharusnya semua biji berkecambah karena tujuan pemberian asam sulfat ini untuk menghilangkan bahan berlilin yang terdapat pada biji yang nantinya menghalangi masuknya air, dengan mengelupasnya bahan berlilin ini akan meluruhkan kulit biji yang keras. Pada mekanisme pematahan dormansi ini setelah perendaman di dalam asam sulfat akan mengakibatkan lapisan lilin dan lapisan kulit biji yang keras akan hilang, ketika lapisan ini hilang mengakibatkan biji dapat melakukan imbibisi yaitu masuknya air ke dalam biji dan menurunkan suhu yang dapat menyebabkan hormon ABA menurun dan hormon sitokinin meningkat dan bijipun dapt tumbuh. Konsentrasi zat kimia yang di gunakan pada pemberian asam sulfat ini sangat berengaruh terhadap biji. Karena konsentrasi asam sulfat yang di gunakan pada saat praktikum berlangsung konsentrasi pada saat perendaman sangat asam dan perendamannya lama maka ph biji menjadi asam walaupun sudah di lakukan pencucian dengan air. Keadaan asam pada biji tersebut mengakibatkan biji melakukan pendeteksian dan mendeteksi keadaan di sekitar lingkungannya tidak memungkinkan untuk tumbuh sehingga tidak ada satu bijipun yang tumbuh.
Ada beberapa faktor yang mengakibatkan biji melakukan dormansi ada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mengakibatkan dormansi adalah Imnate dormancy (rest) dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri. Embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik. Kemudian penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel. Lalu bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat. Lalu faktor eksternal yang mempengaruhi dormansi biji adalah terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. Kemudian karena terjadinya photodormancy yaitu proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya. Lalu terjadinya thermodormancy yaitu proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu.


VII.          Kesimpulan

Pematahan dormansi pada praktikum kali ini yaitu dengan cara perlakuan fisik dan perlakuan kimiawi. Pada perlakuan fisik berfungsi sebagai menipiskan kulit biji yang keras sehingga nantinya mengakibatkan air dan udara dapat masuk ke dalam biji setelah pengelupasan kulit biji yang keras dan terjadi lah imbibisi serta peningkatan hormon sitokinin yang nantinya akan terjadi perkecambahan dan pertumbuhan. Sedangkan perlakuan kimiawi berfungsi melunakkan lapisan lilin dan lapisan kulit pada biji asam sehingga nantinya kulit akan mengelupas dan air serta udara dapat masuk sehingga nantinya akan terjadi perkecambahan dan pertumbuhan. Pada praktikum kali ini yang berhasil adalah pada pengelupasan kulit keras pada biji asam, sedangkan pada kontrol dan pemberian asam tidak berhasil mematahkan dormansi pada biji. Faktor yang dapat mempengaruhi dormansi biji antara lain : faktor internal (jenis benih, tipe dormansi, impermeabilitas kulit biji, dsb) dan faktor eksternal (suhu, udara, kelembaban, air, cahaya, dsb).













DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1993. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung: Penerbit Angkasa
Copeland, L. D. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Minneapolis Minnesota: Burgess Publishing Company
Gardner, F. P. ; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: UI Press
Harjadi. 1991. Dasar-Dasar Teknologi Benih. Dept. Bogor: Agronmi IPB Press
Hartman,HT, D.E. Kester, F.T.Davies and R.L. Geneve.1997. Plant Propagation Principles and Practices. New Jersey: Prentice Hall
Kartasapoetra A.G., 2003. Teknologi Benih : Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta: Rineka Cipta
Nurshanti, Dora Fatma. 2013. Tanggap Perkecambahan Benih Palem Ekor Tupai (Wodyetia Bifurcate) Terhadap Lama Perendaman Dalam Air. Jurnal Ilmiah AgrIBA. Vol 2: Halaman 1-9 ISSN : 2303 - 1158
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung: ITB.
Tamin, R. P. 2007. Teknik perkecambahan benih jati (Tectona grandis Linn. F.). Jurnal Agronomi. Vol 1 : Halaman 7-14






LAMPIRAN
Kel.
Ampelas
Asam sulfat pekat
Kontrol
1







2

3






4








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates