LAPORAN
PRAKTIKUM
FISIOLOGI
TUMBUHAN
“Pematahan
Dormansi Biji”
Oleh:
Nama :
Rose Lolita
NIM :
130210103027
Kelas :
C
Kelompok : 4
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2015
I.
Judul
Pematahan Dormansi Biji
II.
Tujuan
Untuk mengetahui
pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan
kimiawi
III.
Dasar
Teori
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan
tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar
biji. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun
pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan
kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi
dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan
untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk
mengatasi dormansi embryo. Tipe dormansi biji antara lain:
1. Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan structural
terhadap perkedcambahan. seperti kulit biji ynag keras dan kedap sehingga
menjadi penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas pada beberapa jenis
tanaman
2. Dormansi fisiologis : dapat disebabkan oleh
bebrapa mekanisme, umumnya dapat disebabkan oleh pengatur tumbuh baik
penghambat atau perangsang tumbuh, dapat juga oleh factor-faktor dalam sepert
immaturity atau ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologis lainnya (Salisbury,
1995:128).
Menurut Tamin (2007) dormansi
benih merupakan ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada suatu kisaran
keadaan luas yang dianggap menguntungkan untuk benih tersebut. Dormansi dapat
disebabkan karena tidak mampunya benih secara total untuk berkecambah atau
hanya karena bertambahnya kebutuhan yang khusus untuk perkecambahannya. Dormansi
benih dapat disebabkan keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis
embrio, atau kombinasi dari keduanya.
Dormansi adalah suatu
keadaan pertumbuhan yang tertunda atau keadaan istirahat, merupakan kondisi
yang berlangsung selama suatu periode yang tidak terbatas walaupun berada dalam
keadaan yang menguntungkan untuk perkecambahan. Biji yang dorman adalah biji
yang gagal berkecambah, apabila diletakkan pada suatu lingkungan yang mendukung
perkecambahan anggota populasi biji yang lain, yang tidak dorman (Gardner, 1991).
Menurut Abidin (1993) dormansi
terjadi disebabkan oleh faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal).
Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji adalah ; tidak sempurnanya
embrio (rudimetery embrio), embrio yang belum matang secara fisiologis, kulit
biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis), kulit biji impermeable, dan
adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan.
Fase induksi terjadi
pada saat biji mengalami pematangan (maturation) menuju fase istirahat. Proses
ini dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, zat kimia dan faktor lingkungan
lainnya. Kehadiran inhibitor (seperti ABA) dan promoter (auksin, giberelin, dan
sitokinin) sangat berpengaruh terhadap biji yang mengalami dormansi dan
perkecambahan (Abidin 1993).
Perkembangan kulit biji
impermeabel berpengaruh secara langsung terhadap fase istirahat (dormansi).
Kulit biji impermeabel bagi biji yang sedang mengalami dormansi, dapat
mereduksi kandungan oksigen yang ada dalam biji, sehingga dalam keadaan
anaerobik, terjadi sintesa zat penghambat tumbuh. Pemecahan dormansi dan
penciptaan lingkungan yang cocok sangat perlu untuk memulai proses
perkecambahan untuk beberapa spesies. Perlakuan tergantung pada tipe dormansi
yang terlibat (dormansi fisik, dormansi fisiologi, atau dormansi ganda).
Perlakuan tersebut mencakup skarifikasi, stratifikasi, biakan embrio, dan
berbagai kombinasi dari perlakuan-perlakuan ini dengan pengaturan lingkungan
yang cocok (Harjadi 1991).
Perkecambahan benih yang
mengandung kulit biji yang tidak permeabel (impermeabel) dapat dirangsang
dengan skarifikasi – pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeabel
terhadap gas-gas dan air. Ini tercapai dengan bermacam teknik, cara-cara
mekanik termasuk tindakan pengempelasan merupakan tindakan paling umum.
Tindakan air panas 77 – 100 0C efektif untuk benih “honey locust”. Beberapa
benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 (Harjadi 1991).
Kulit biji yang keras
merupakan mekanisme dormansi utama pada biji legum. Kedap air pada biji legum
merupakan akibat dari dua faktor : (1) kulit biji yang memiliki lapisan
skleroid sel-sel Malpighi yang padat dan kompak dengan sudut tegak lurus
terhadap permukaan kulit biji (testa) ditambah dengan fenolik, atau senyawa penolak
air lain, yang umum terdapat pada biji legum (Evenari 1949 ; Amen 1963 dalam
Gardner 1991)) ; (2) tertutupnya lubang alami dalam kulit biji, termasuk
mikropil, ari-ari biji, dan pleurogram (suatu cekungan di bawah mikropil dan
ari-ari biji). Olvera dan kawan-kawan (1982) dalam Gardner (1991) menyimpulkan
bahwa faktor utama yang bertanggung 23 jawab atas kerasnya biji pada Leucaena
(legum) adalah tertutupnya pleurogram. Strukturstruktur ini tertutup apabila
tingkat kelembapan di dalam biji lebih rendah daripada tingkat kelembapan di
dalam biji yang memungkinkan uap air keluar tetapi tidak dapat masuk.
Sejumlah besar
perlakuan masak lanjut efektif dalam hal mematahkan dormansi biji keras. Asam
atau basa kuat sangat efektif, tetapi dapat juga merupakan biji. Pemanasan pada
suhu 100 0C selama 1,5 menit, seperti yang dihasilkan oleh lampu infra-merah
250 W atau air panas juga efektif dalam mengurangi kandungan biji keras.
Pengelupasan (penggosokan/abrasi mekanis, asam atau perlakuan kulit biji dengan
air panas) dapat menghilangkan sumbat hilum dan meningkatkan permeabilitas (Gardner,
1991).
Menurut Kartasapoetra
(2003), dormansi dapat diatasi dengan perlakuan-perlakuan dengan pemarutan atau
penggoresan (skarifikasi), yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih agar
dapat dilalui air dan udara ; melemaskan kulit benih dari sifat kerasnya ;
memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara periodik
mengguncang-guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun
suhu tinggi ; perubahan suhu ; dan zat kimia. Sedangkan menurut, pematahan
dormansi dapat diganti dengan zat kimia seperti KNO3, thiorea dan asam
giberalin. Pada kenyataannya, 24 pada organ secara visual disebut dormansi,
sesungguhnya masih berlangsung perubahanperubahan biokimia dan struktur
mikroskopiknya.
Perkecambahan adalah
suatu proses mengaktifkan embrio yang mengakibatkan terbukanya kulit benih dan
munculnya tumbuhan muda. Beberapa hal penting yang terjadi pada saat
perkecambahan adalah imbibisi (penyerapan) air, pengaktifan enzim, munculnya
kecambah dan akhirnya terbentuklah anakan (Copeland, 1976).
Zat pengatur tumbuh
tanaman (plant regulator) adalah senyawa organik yang bukan hara, yang dalam
jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan dapat
merubah proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh 25 (hormon) adalah zat
kimia yang dibuat dalam suatu bagian tanaman tertentu, tetapi mempengaruhi
bagian lain dari tanaman tersebut (Darmawan dan Baharsjah 2010). Zat pengatur
tumbuh di dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, giberelin,
sitokinin, etilen dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan
terhadap proses fisiologis (Abidin 1993).
Zat pengatur tumbuh
giberelin fungsinya untuk merangsang pembesaran dan pembelahan sel. Terutama
untuk merangsang pertumbuhan primer. Giberelin mempengaruhi perkecambahan dan mengakhiri
masa dorman pada biji. Giberelin, sedikitnya terdiri dari 9 persenyawaan
terpenoid yang berhubungan dekat. Senyawa ini ditemukan dari studi mengenai
pertumbuhan yang berlebihan dari padi yang diserang suatu cendawan,
mempengaruhi meristem di bawah ujung. Pengaruh yang paling menakjubkan adalah
rangsangan pertumbuhan pada banyak tipe tanaman yang mampat (roset). Pemberian
sedikit saja mengubah buncis tipe semak ke tipe menjalar, atau jagung kerdil ke
jagung biasa. Efek ini digunakan untuk uji biologi. Disamping membalik sifat
kerdil, giberelin memiliki efek yang luas dalam banyak proses perkembangan,
terutama yang dikendalikan oleh suhu dan cahaya (fotoperiode) ; termasuk
dormansi tanaman dan biji, perkecambahan, perkembangan tangkai biji dan buah
(Harjadi 1991).
Tahap pertama
perkecambahan dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, yang
kemudian melunaknya lubang perkecambahan, dan
hidrasi oleh protoplasma. Tahap
kedua dimulainya kegiatan sel
dan enzim serta
naiknya tingkat respirasi benih.
Tahap ketiga merupakan tahap
terjadinya penguraian bahan-bahan
karbohidrat, lemak dan.protein menjadi
bentuk yang terlarut
dan ditranslokasikan ke seluruh
titik tumbuh. Tahap keempat
proses perkecambahan benih adalah
asimilasi dari bahan-bahan yang telah
terurai di daerah
meristematik, menghasilkan
energi untuk kegiatan pembentuk komponen
dan pertumbuhan dari
kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan
pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh. Sebelum daun
berfungsi, maka pertumbuhan kecambah
sangat tergantung pada ketersediaan
makanan di dalam biji (Nurshanti,
2013). Menurut Kartasapoetra (1995:63), syarat perkecambahan biji antara lain :
a. Tersedianya Air
Bagian
biji yang mengatur masuknya air yaitu kulit dengan cara imbibisi (perembesan)
dan mikro raphae hilum dengan cara difusi (perpindahan substansi karena
perbedaan konsentrasi) dari kadar air tinggi ke rendah/konsentrasi larutan
rendah ke tinggi. Faktor yang mempengaruhi penyerapan air : permeabilitas
kulit/membran biji dan konsentrasi air. Karena air masuk secara difusi, maka
konsentrasi larutan diluar bji harus tidak lebih pekat dari di dalam biji.
b. Suhu air : suhu air tinggi energi meningkat,
difusi air meningkat sehingga kecepatan penyerapan tinggi
c. Tekanan hidrostatik : berbanding terbalik
dengan kecepatan penyerapan air. Kerika volume air dalam membran biji
telah sampai pada batas tertentu akan timbul tekanan hidrostatik yang
mendorong keluar biji sehingga kecepatan penyerapan air menurun
d. Luas permukaan biji yang kontak dengan air : berhubungan
dengan kedalaman penanaman biji dan berbanding lurus
dengan kecepatan penyerapan air
e. Daya intermolekuler : merupakan tenaga listrik
pada molekul-molekul tanah atau media tumbuh. Makin rapat molekulnya, makin
sulit air diserap oleh biji.Berbanding terbalik dengan kecepatan penyerapan
air.
f. Spesies
dan Varietas : berhubungan dengan faktor genetik yang menentukan susunan kulit
biji
g. Tingkat kemasakan : berhubungan dengan
kandungan air dalam biji, biji makin masak, kandungan air berkurang, kecepatan
penyerapan air meningkat
h. Komposisi Kimia : biji tersusun atas
karbohidrat, protein, lemak. Kecepatan penyerapan air: protein > karbohidrat
> lemak
i.
Umur : berhubungan dengan lama penyimpanan
makin lama disimpan, makin sulit menyerap air.
IV.
Metodologi
Penelitian
a. Alat
dan Bahan
Alat :
1. Beaker
glas
2. Petridisk
3. Kertas
ampelas
4. Silet
Bahan
1. Biji
asam
2. Asam
sulfat
3. Air
4. Kapas
b. Cara
kerja
Memasukkan 10 biji asam pada asam sulfat
selama 15 menit, kemudian di cuci dengan air
|
Menghilangkan kulit biji pada bagian yang
tidak ada lembaganya dengan cara digosok dengan menggunakan ampelas atau
dikupas menggunakan silet sebanyak 10 biji
|
Menyiram dengan air secukupnya setiap hari
untuk menjaga kelembaban
|
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan sesuai dengan jumlah kelompok
|
Memilih 20 biji asam pada setiap kelompok
|
Sebagai kontrol, melakukan perkecambahan
terhadap 10 biji tanpa perlakuan
|
Menyusun biji-biji di
atas bak perkecambahan yang telah dilapisi kapas basah, menutup dengan
kapas lagi di atasnya.
|
Meletakkan biji asam yang telah di rendam
ke dalam kapas yang sudah di basahi menggunakan air di petridisk
|
V.
Hasil
pengamatan
Kelompok
|
Perlakuan
|
Biji yang berkecambah
|
Presentase
|
1
|
Kontrol
|
-
|
0 %
|
Ampelas
|
9
|
90 %
|
|
H2SO4
|
-
|
0 %
|
|
2
|
Kontrol
|
-
|
0 %
|
Ampelas
|
5
|
50 %
|
|
H2SO4
|
-
|
0 %
|
|
3
|
Kontrol
|
-
|
0 %
|
Ampelas
|
5
|
50 %
|
|
H2SO4
|
-
|
0 %
|
|
4
|
Kontrol
|
-
|
0 %
|
Ampelas
|
9
|
90 %
|
|
H2SO4
|
-
|
0 %
|
VI.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini
yang berjudul pematahan dormansi biji memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh
cara pematahan dormansi pada biji asam yang berkulit keras dengan melakukan
perakuan fisik ataupun kimiawi. Dalam praktikum kali ini kami menggunakan alat
yaitu petridish, ampelas, silet, dan beaker glass. Kemudian bahan yang di
gunakan adalah biji asam,air, kapas, dan asam sulfat.
Dalam hal ini dormansi
sendiri merupakan masa istirahat dari biji mengakibatkan tidak terjadinya
proses perkecambahan, biasanya dormansi ini di pengaruhi oleh faktor luar dan
faktor dalam dari biji tersebut. Dormansi pada benih ini berhubungan dengan
usaha dari benih itu sendiri yang menunda perkecambahan, hingga waktu tertentu
dimana lingkungan akan mendukung terjadinya perkecambahan yaitu dengan
ketersediaan air ataupun nutrisi yang ada di lingkungannya baru benih akan
berkecambah. Dormansi ini nantinya dapat terjadi pada kulit biji ataupun pada
embryo. Pematahan embryo yang di lakukan dengan karifikasi di gunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi
dormansi embryo.
Perkecambahan sendiri
di mulai dengan proses imbibisi atau penyerapan air oleh benih atau biji,
kemudian biji yang tadinya keras menjadi lunak, dan terjadi hidrasi oleh
protoplasma. Kemudian tahap selanjutnya terjadi kegiatan sel dan enzim serta
naiknya tingkat respirasi benih. Kemudian selanjutnya tahap penguraian bahan-bahan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk terlarut atau sudah di uraikan
oleh enzim sebelumnya kemudian di translokasikan ke semua titik tumbuh. Lalu proses
selanjutnya terjadi proses perkecambahan benih atau biji yaitu terjadi
asimilasi dari bahan-bahan yang telah terurai pada daerah meristematik yang
nantinya akan menghasilkan energi yang nantinya di gunakan untuk kegiatan
pembentukan komponen seperti batang daun dan bagian lainnya, pertumbuhan pun
dimulai dari proses perkecambahan melalui proses pembelahan sel-sel, kemudian
diferensiasi sel pada daerah meristematik, lalu sel menjadi sel yang sudah utuh
atau sempurna yang nantinya akan membentuk struktur-struktur bagian tumbuhan di
mulai dari batang dari hipokotil, plumul yang nantinya akan berubah menjadi
daun, radikula yang akan tumbuh menjadi akar sehingga nantinya akan membentuk
tumbuhan yang sempurna. Yang nantinya akan tumbuh terus pada bagian ujung yaitu
bagian sel-sel meristemnya.
Langkah kerja yang di
lakukan pada praktikum kali ini adalah pertama menyiapkan alat dan bahan yang
ingin di gunakan kemudian setiap kelompok mengambil 20 biji asam. Selanjutnya
10 biji asam di ambil dan di masukkan ke dalam asam sulfat selama 15 menit,
setelah 15 menit di masukkan ke dalam kapas yang sudah di tetesi air pada
petridish lalu setiap hari di sirami pastikan jangan sampai kering. Perlakuan
ini dinamakan dengan perlakuan kimiawi yang di harapkan dapat mematahkan
dormansi pada biji asam, tujuan di berikan asam sulfat adalah untuk mengurangi
efek korosif asam sehingga tidak merusak kandung lembaga dan kotiledon biji
asam. Kemudian 10 biji yang lain di kupas menggunakan silet hingga kulitnya
tidak ada, lalu menyusun 10 biji tersebut pada petridish yang sudah terdapat
kapas dan juga sudah di basahi oleh air, lakukan penyiraman setiap hari
pastikan kapas dalam keadaan basah setiap saat. Tujuan pengupasan adalah untuk
mematahkan dormansi pada biji sehingga nantinya biji dapat berkecambah.
Mengamati terjadi nya perkecambahan selama satu minggu.
Setelah satu minggu di
dapatkan hasil pada perlakuan kontrol tidak ada biji yang berkecambah sama
sekali. Kemudian pada perlakuan pemberian asam sulfat juga tidak ada yang
berkecambah pada semua kelompok. Pada perlakuan pengelupasan kulit biji asam
baru terjadi perkecambahan dimana pada kelompok 1 di dapatkan biji yang
berkecambah 9 biji. Lalu pada kelompok 2 biji yang berkecambah 5 biji, pada
kelompok 3 yang berkecambah 5 biji. Kemudian pada kelompok 4 yang berkecambah 9
biji.
Berdasarkan hal
tersebut di dapatkan hasil bahwa dari 90 biji asam yang di tumbuhkan pada
praktikum kali ini semua biji pada kontrol dan asam sulfat tidak melakukan
perkecambahan. Yang melakukan perkecambahan adalah pada perlakuan mekanik yaitu
pengelupasan kulit biji asam yaitu jumlahnya 28 biji yang berkecambah. Pada
perilaku kontrol tidak sesuai dengan teori yang ada seharusnya pada kontrol biji
hanya di beri perlakuan pemberian air setiap hari sehingga nantinya kapas akan
menutupi biji dan kapas selalu basah maka akan menyebabkan terjadinya
perkecambahan. Seharusnya ketika kapas basah mengakibatkan biji terendam air,
tujuan perendaman air ini adalah untuk menurunkan suhu yang ada pada benih
sehingga dapat menurunkan hormon ABA. Perlakuan pendinginan biji ini jika di
sesuaikan teori disebut juga dengan cara stratifikasi. Cara ini tergolong ke
dalam pematahan dormansi biji secara fisika. Dimana pada pematahan dormansi ini
di awali dengan penurunan suhu yang nantinya menyebabkan penurunan hormon asam
absitat (ABA) secara drastis, ketika hormon ABA menurun maka mengakibatkan
hormon sitokinin meningkat. Ketika sitokinin meningkat mengakibatkan hormon GA3
(giberelin) masuk ke dalam endosperm dan terjadi proses transkripsi dari DNA
template menjadi mRNA yang membawa kodon kemudian terjadi translasi yang
mengkode kodon yang di bawa oleh mRNA tadi menjadi asam amino tertentu.
Giberelin (GA3) yang terdapat pada lapisan sel aleuron dapat memacu
siintesis enzim α-amilase untuk mengubah karbohidrat menjadi
glukosa yang nantinya berfungsi sebagai energi bagi sel. Lalu glukosa/gula
nantinya di distribusikan ke titik tumbuh tanaman sehingga muncul epikotil dan
radikula (awal perkecambahan).
Pada
praktikum kali ini pada bagian atas dan bagian bawah dari kapas ini petridish dilapisi dengan kapas basah yang
bertujuan untuk menjaga suhu tetap optimum, karena suhu yang terlalu rendah
ataupun terlalu tinggi dapat menghambat proses perkecambahan.
Kandungan dominan kapas terdiri atas serat - serat tumbuhan (selulosa) dan
kapas dapat menjaga kelembapan yang lebih lama dan lebih baik daripada media
tanah, sehingga biji asam yang ditanam di media kapas dapat tumbuh lebih cepat
daripada di tanah. Selain itu terkstur kapas yang lembut sangat cocok untuk
akar tanaman biji asam yang masih muda dan lemah sehingga akar muda tersebut
dapat berkembang lebih baik untuk jangka waktu tertentu.
Kemudian pada perlakuan
pengelupasasn sudah sesuai dengan teori pada semua kelompok terjadi
perkecambahan, yaitu 28 biji yang melakukan perkecambahan. Perlakuan pematahan
biji secara mekanik dengan pengelupas ini bertujuan agar kulit biji yang keras
hilang sehingga nantinya lebih permeable terhadap air dan gas, sehingga biji
dapat melakukan imbibisi dan terjadi proses perkecambahan kemudian terjadi
proses pertumbuhan di mana epikotil dan radikula tumbuh menjadi akar dan daun.
Perlakuan penghilangan kulit biji seperti ini jika di sesuaikan dengan dasar
teori disebut cara skarifikasi. Mekanisme pematahan dormansi
pada perlakuan ini adalah setelah biji diamplas maka tidak ada lagi penghalang
bagi air maupun faktor eksternal lain seperti cahaya untuk merangasang biji
agar berkecambah, sehingga setelah penghalang tersebut hilang maka biji bisa
cepat berkecambah. Terdapat 12 biji yang tidak berkecambah hal ini dapat
terjadi di karenakan kurangnya nutrisi yang ada pada substrat mengakibatkan
pada saat proses imbibisi tidak sempurna mengakibatkan tidak terjadinya
pematahan dormansi.
Lalu pada saat pemberian asam
sulfat H2so4 di dapatkan hasil seluruh kelompok tidak
terjadi pematahan dormansi atau tidak terjadi perkecambahan. Pemberian asam
sulfat ini tergolong pematahan dormansi biji dengan cara kimiawi. Pada hasil
pengamatan tersebut tidak sesuai dengan teori seharusnya semua biji berkecambah
karena tujuan pemberian asam sulfat ini untuk menghilangkan bahan berlilin yang
terdapat pada biji yang nantinya menghalangi masuknya air, dengan mengelupasnya
bahan berlilin ini akan meluruhkan kulit biji yang keras. Pada mekanisme
pematahan dormansi ini setelah perendaman di dalam asam sulfat akan
mengakibatkan lapisan lilin dan lapisan kulit biji yang keras akan hilang,
ketika lapisan ini hilang mengakibatkan biji dapat melakukan imbibisi yaitu
masuknya air ke dalam biji dan menurunkan suhu yang dapat menyebabkan hormon
ABA menurun dan hormon sitokinin meningkat dan bijipun dapt tumbuh. Konsentrasi
zat kimia yang di gunakan pada pemberian asam sulfat ini sangat berengaruh
terhadap biji. Karena konsentrasi asam sulfat yang di gunakan pada saat
praktikum berlangsung konsentrasi pada saat perendaman sangat asam dan
perendamannya lama maka ph biji menjadi asam walaupun sudah di lakukan
pencucian dengan air. Keadaan asam pada biji tersebut mengakibatkan biji
melakukan pendeteksian dan mendeteksi keadaan di sekitar lingkungannya tidak
memungkinkan untuk tumbuh sehingga tidak ada satu bijipun yang tumbuh.
Ada
beberapa faktor yang mengakibatkan biji melakukan dormansi ada faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal yang mengakibatkan dormansi adalah Imnate dormancy (rest) dormancy yang
disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri. Embrio
tidak berkembang karena dibatasi secara fisik. Kemudian penyerapan air
terganggu karena kulit biji yang impermeabel. Lalu bagian biji/buah mengandung
zat kimia penghambat. Lalu faktor eksternal yang mempengaruhi dormansi biji
adalah terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan. Kemudian karena terjadinya photodormancy yaitu proses fisiologis
dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya. Lalu terjadinya thermodormancy
yaitu proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu.
VII.
Kesimpulan
Pematahan dormansi pada praktikum kali ini
yaitu dengan cara perlakuan fisik dan perlakuan kimiawi. Pada perlakuan fisik
berfungsi sebagai menipiskan kulit biji yang keras sehingga nantinya
mengakibatkan air dan udara dapat masuk ke dalam biji setelah pengelupasan
kulit biji yang keras dan terjadi lah imbibisi serta peningkatan hormon
sitokinin yang nantinya akan terjadi perkecambahan dan pertumbuhan. Sedangkan
perlakuan kimiawi berfungsi melunakkan lapisan lilin dan lapisan kulit pada
biji asam sehingga nantinya kulit akan mengelupas dan air serta udara dapat
masuk sehingga nantinya akan terjadi perkecambahan dan pertumbuhan. Pada
praktikum kali ini yang berhasil adalah pada pengelupasan kulit keras pada biji
asam, sedangkan pada kontrol dan pemberian asam tidak berhasil mematahkan
dormansi pada biji. Faktor yang dapat mempengaruhi
dormansi biji antara lain : faktor internal (jenis benih, tipe dormansi,
impermeabilitas kulit biji, dsb) dan faktor eksternal (suhu, udara, kelembaban,
air, cahaya, dsb).
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Z. 1993. Dasar-Dasar
Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung: Penerbit Angkasa
Copeland, L. D. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Minneapolis Minnesota: Burgess
Publishing Company
Gardner, F. P. ; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991.
Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta:
UI Press
Harjadi. 1991. Dasar-Dasar Teknologi Benih. Dept. Bogor: Agronmi IPB Press
Hartman,HT, D.E. Kester, F.T.Davies and R.L.
Geneve.1997. Plant Propagation Principles
and Practices. New Jersey: Prentice Hall
Kartasapoetra A.G., 2003. Teknologi Benih : Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta:
Rineka Cipta
Nurshanti, Dora Fatma. 2013. Tanggap
Perkecambahan Benih Palem Ekor Tupai (Wodyetia Bifurcate) Terhadap Lama
Perendaman Dalam Air. Jurnal Ilmiah
AgrIBA. Vol 2: Halaman 1-9 ISSN :
2303 - 1158
Salisbury
dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1.
Bandung: ITB.
Tamin, R. P. 2007. Teknik perkecambahan benih jati
(Tectona grandis Linn. F.). Jurnal
Agronomi. Vol 1 : Halaman 7-14
LAMPIRAN
Kel.
|
Ampelas
|
Asam sulfat pekat
|
Kontrol
|
1
|
|
|
|
2
|
|
|
|
3
|
|
|
|
4
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar