PRAKTIKUM
KULTUR JARINGAN TUMBUHAN
Acara
I
(Media
kultur jaringan tumbuhan)
Oleh
:
Kelompok 4/ Shift 1
Marisanti (110210103003)
Titan Satria Ananda (120210103014)
Ayuni Dwi Anggraeni (120210103024)
Rose Lolita (120210103027)
Siti Nailatul Farkhah (120210103035)
Novi Cahya Christanty (120210103037)
Ida Rusminingsih (130210103041)
Heni
Lusiana (130210103044)
Nina Asmayah (130210103047)
Anisya’ Miftahul Khusna (130210103091)
Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Unej
LABORATORIUM KULTUR JARINGAN
TUMBUHAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kultur
jaringan tanaman merupakan bagian suatu teknik perbanyakan vegetative
nonkonvensional. Perbedaan dengan teknik perbanyakan vegetative konvensional biasanya terletak dalam situasi
dan lokasi yang berbeda. Penerapan teknik kultur jaringan tanamanan
mensyaratkan kondisi di dalam ruangan
(laboratorium) dan sifatnya aseptik (steril dari pathogen). Bermuara dalam kondisi
yang aseptic, maka perlu dijelaskan bahwa segala aktifitas yang berkaitan dengan jaringan harus dalam kondisi aseptic. Kondisi
ini dimulai dari cara:
1.
Penyiapan
peralatan (alat tanam berbahan logam ataupun gelas)
2.
Pembuatan
media penanaman
3.
Penanaman
(inisiasi dan pemilihan : perbanyakan dan perakaran).
Selain
peralatan kultur jaringan,media merupakan salah satu factor untama dalam
keberhasilan kultur. Media kultur jaringan memiliki karakteristik
masing-masing. Artinya tidak semua media dapat digunakan pada semua kultur
tanaman. Karena beberapa media yang ada memiliki perbedaan kandungan dan
konsentrasi zat-zat yang diperlukan pada kultur.
Media
merupakan factor utama dalam perbanyakan
dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman
dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media .
Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan
dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkan. Oleh karena itu, berbagai
komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman yang dikulturkan.
Media
kultur fisiknya dapat berbentuk padat atau cair. Media berbentuk padat
menggunakan pemadat media seperti agar.
Media kultur yang memenuhi syarat adalah
yang mengandungnutrient makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan
tertentu,sumber energy (sukrosa), serta mengandung berbagai macam vitamin dan
zat pengat tumbuh.
1.2
Tujuan
1.
Mempelajari
cara pembuatan media dengan baik dan benar.
2.
Mengenal
perbedaan bermacam-macam media kultur jaringan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Kultur
jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya
dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri
dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Kultur jaringan atau biakan
jaringan sering juga disebut kultur in
vitro yakni teknik pemeliharaan jaringan atau bagian dari individu secara
buatan yang dilakukan di luar individu yang bersangkutan. In vitro berasal dari bahasa Latin yang artinya "di dalam
kaca". Jadi Kultur in vitro
dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi
atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara teoritis
teknik kultur jaringan dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari
tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori Totipotensi Sel
(Total Genetic Potential), bahwa
setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri
dan berediferensiasi menjadi individu lengkap. Sel dari suatu organisme
multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena
berasal dari satu sel tersebut, setiap sel berasal dari satu sel (Kadhimi,
Ahsan, et al. 2014).
Menurut Metwali, E.,
O. Al-Maghrabi (2012), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel
cultuus atau gewebe kultur.
Kultur adalah budidaya, jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk
dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu
jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.
Kultur jaringan akan lebih besar persentase
keberhasilannya jika menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah
jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah,
dindingnya tipis, belum mempunyai penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh
dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan untuk kultur
jaringan. Sebab jaringan meristem keadaannya selalu membelah sehingga
diperkirakan mempunyai zat hormon yang membantu pembelahan (Patel, H.,
R. Krishnamurthy, 2013).
Usaha
pengembangan kultur jaringan merupakan usaha perbanyakan vegetatif tanaman yang
dapat dikatakan masih baru. Namun, saat ini sudah banyak sekali penemuan –
penemuan tentang ilmu pengetahuan kultur jaringan dalam bidang pertanian,
biologi, farmasi, kedokteran dan sebagainya. Di bidang farmasi, teknik kultur
jaringan sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan metebolit sekunder untuk
keperluan obat – obatan dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat (Kadhimi,
Ahsan, et al. 2014).
Pada
prinsipnya kultur jaringan merupakan dua kegiatan utama. Pertama, yaitu
mengisolasi atau memisahkan bagian tanaman dari tanaman induk. Kedua, yaitu
menumbuhkan dan mengembangkan bagian tanaman tersebut di dalam media yang
kondisinya steril dan mampu mendorong pertumbuhan bagian tanaman menjadi
tanaman yang sempurna (Kadhimi, Ahsan, et
al. 2014).
Media merupakan faktor utama dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan
perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat
tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang
dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah
ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan
ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif
komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar
untuk tiap-tiap persenyawaan (Campbell,
et al. 2012).
Media yang digunakan biasanya berupa
garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu diperlukan juga bahan tambahan seperti
agar-agar, gula, arang aktif, bahan organik dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh
yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Medium yang
sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Medium yang
digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf agar
tidak terjadi kontaminasi dari bakteri maupun cendawan. Komposisi media yang
digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda jenis dan konsentrasinya.
Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro (Patel, H., R.
Krishnamurthy, 2013).
Formulasi media kultur jaringan
pertama kali dibuat berdasarkan komposisi larutan yang digunakan untuk
hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya. Unsur-unsur hara
diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Koposisis media dan perkembangan
formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang digunakan
serta pendekatan dari masing-masing peneliti. Beberapa jenis sensitif terhadap
konsentrasi senyawa makro tinggi atau membutuhkan zat pengatur tertentu untuk
pertumbuhannya. Pada periode tahun 1930an, formulasi media terutama ditujukan
untuk menumbuhkan akar, tuber dan kambium. Media untuk penumbuhan akar yang
dikembangkan oleh White 1934, pertama White menggunakan media yang berisi garam
anorganik, yeast ekstrak dan sucrose, tetapi kemudian yeast ekstrak digantikan
dengan 3 macam vitamin B, yaitu pyridoxine, thiamine dan nicotinic acid
(Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
1.
Media Knop
Dapat juga digunakan untuk
menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan
kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan
suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Metwali,
E., O. Al-Maghrabi, 2012).
2.
Media White
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk
keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro
yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh
kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga matahari
ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian.
Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media
white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan
sekarang (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
3.
Media Knudson dan media
Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk
kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan
pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922,
menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk
perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata
dibutuhkan untuk perkembangan protocorm. Media Nitsch & Nitsch, menggunakan
NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman
artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM,
menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun (Metwali, E., O. Al-Maghrabi,
2012).
Pertumbuhan sel dari jaringan suatu
organ dibandingkan dengan jaringan tumor tanaman Venca rosea (Catharanthus
roseus), menunjukkan bahwa penambahan ammonium ke dalam media White yang sudah
dimodifikasi, mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Konsentrasi NO3-, NH4-, K+
dan H2PO4- yang diperoleh, hampir sama dengan yang dikembangkan oleh Miller
(Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
4.
Media Murashige & Skoog
(media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media
Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum
pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan
29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total
yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau
Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan
sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya
dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk
kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk
kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan untuk
berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga
dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media
:
a.
Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah
dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM
ammonium nitrat yang seharusnya 10 mM,
sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan
senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin
untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh
Bourgin & Nitsch dalam penelitian kultur anther.
b.
Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et
alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce
dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+
nya.
c.
Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan
menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur
pucuk Bougainvillea glabra (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
Senyawa-senyawa
di dalam media MS dapat terjadi pengendapan persenyawaan, ini terlihat jelas
pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap adalah fosfat dan
besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn.
Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo,
S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13%
dari PO4+, mengendap. Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting,
karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh
pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton dan
grupnya menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA
yang tetap (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
5.
Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk
kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah
dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur
kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi
seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk
kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini
menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi
dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1
mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Metwali, E., O.
Al-Maghrabi, 2012).
6.
Media Schenk &
Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup
terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion
dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg
dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi.
Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman
dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh
dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk
pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman
tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman
legume (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
7.
Media WPM (Woody Plant
Medium)
Yang dikembangkan oleh Lioyd &
Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih
rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan
dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari
sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman
hias berperawakan perdu dan pohon-pohon (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
8.
Media N6
Media N6 mempunyai ciri perbandingan
NH₄⁺ dan NO₃⁻ yang jauh perbandinganya. Amonium yang
diberikan dalam bentuk (NH₄)SO₄ hanya sebanyak 363 mg/l, sedangkan KNO₃ 2830 mg/l. Pada umumnya media kultur jaringan
dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep media dasar adalah
resep kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber
energi dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media
dasar. Penamaan resep media dasar pada umumnya diambil dari nama penemunya atau
peneliti yang menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan memperoleh suatu
hasil yang penting artinya (Metwali, E., O. Al-Maghrabi, 2012).
Beberapa media dasar yang
banyak digunakan antara lain:
a.
Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat
digunakan untuk hampir semua jenis kultur, terutama pada tanaman herbaceous.
b.
Media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan
legume lain.
c.
Media dasar White (1934) yang sangat cocok untuk
kultur akar tanaman tomat.
d.
Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk
kultur jaringan anggrek.
e.
Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan
dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel.
f.
Media dasar schenk dan Hildebrandt (1972) atau media
SH yang cocok untuk kultur jaringan tanaman-tanaman monokotil.
g.
Medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant Medium
(WPM).
h.
Media N6 untuk serealia terutama padi (Patel, H., R.
Krishnamurthy, 2013).
Macam-macam media kultur jaringan
telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk
eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan
berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda
dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan (Campbell, et al.
2012).
Pada umumnya komposisi utama media
tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah
unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur
makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam
media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat
media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades),
dan bahan organik tambahan (Campbell,
et al. 2012).
Zat pengatur tumbuh adalah
persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam jumlah yang sedikit (1mM)
dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk
mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan
konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum, zat
pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar,
yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Auksin digunakan secara luas dalam
kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan
organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro
Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA),
atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus
pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut golongan ini
sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang
biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine
(BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama
pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1 (Kadhimi,
Ahsan, et al. 2014).
Penggunaan hormon tersebut harus
tepat dalam perhitungan dosis pemakaian, karena jika terlalu banyak maupun
terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan
berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Karena interaksi antar hormon dalam
suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Kebutuhan nutrisi mineral untuk
tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan
hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsur-unsur hara yang dibutuhkan
tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia dalam media
kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara mikro.
Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral. Komposisi
media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan masing-masing peneliti
(Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Unsur hara makro adalah hara yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut meliputi,
Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg),
dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut
Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai berikut.
a.
Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4,
NH2SO4.
Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.
Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.
b.
Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO4
Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat.
Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat.
c.
Kalium (K), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O
Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik di antara sel.
Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik di antara sel.
d.
Kalsium (Ca), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O
Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.
Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.
e.
Sulfur (S), Unsur S merupakan unsur yang penting untuk
pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S
juga berperan penting dalam pembentukan bitil-bintil akar. Magnesium (Mg), diberikan
dalam bentuk MgSO4.7H2O. Berfungsi untuk meningkatkan kandungan fosfat,
pembentukan protein.
f.
Besi (Fe), diberikan dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O
Berfungsi sebagai penyangga (chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau daun.
Berfungsi sebagai penyangga (chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau daun.
Unsur hara mikro adalah hara yang
dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen
sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi lainnya
(Kadhimi, Ahsan, et al. 2014). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah :
1.
Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI.
2.
Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O.
3.
Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O.
4.
Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O.
5.
Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O.
6.
Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O.
7.
Boron (B), diberikan dalam bentuk H3BO3.
Vitamin yang paling sering digunakan
dalam media kultur jaringan tanaman adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic
acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin yang
esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat,
kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi
pencoklatan atau penghitaman eksplan.
Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengaturtumbuh merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan.
Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengaturtumbuh merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan.
Dalam media kultur jaringan, asam
amino merupakan sumber nitrogen organik. Namun sumber N organik ini jarang
ditambahkan dalam media kultur jaringan, karena sumber sumber nitrogen utamanya
sudah tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino yang sering digunakan adalah
glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam media dengan konsentrasi
tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber bahan organik (Kadhimi, Ahsan,
et al. 2014).
Gula digunakan sebagai sumber energi
dalam media kultur, karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan
tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu
tanaman kultur jaringan membutuhkan karbohidart yang cukup sebagai sumber
energi. Menurut Metwali, E., O. Al-Maghrabi (2012), sukrosa
adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa,
maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat
tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup memenuhi syarat
untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber energi, gula juga
berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
Eksplan yang dikulturkan harus
selalu bersinggungan atau terkena dengan medianya. Bahan pemadat media yang
paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agar-agar adalah campuran
polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur,
diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Kadhimi,
Ahsan, et al. 2014). Keuntungan dari
pemakaian agar-agar adalah :
1.
Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada
suhu 100° sehingga dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam
keadaan beku yang stabil.
2.
Tidak dicerna oleh enzim tanaman.
3.
Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa
penyusun media.
Selain agar-agar, bahan pemadat
media yang semakin banyak disukai adalah Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite
adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida yang dihasilkan bakteri
Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat, rhamnosa, dan
selobiosa. Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang menguntungkan
sebagai berikut.
1.
Gelnya lebih jernih.
2.
Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada
agar, sekitar 1,5 -3 g/l.
3.
Lebih murni dan konsisten dalam kualitas.
4.
Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian
gelrite lebih rendah dari agar-agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan
gel dari gelrite sangat dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl,
KCl, MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekerasan gel, tetapi
MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekerasan gel.
Salah satu kelemahan Gelrite adalah
cenderung menaikkan kelembaban nisbi (RH) dalam kultur, sehingga sering
menyebabkan terjadinya verifikasi. Gelrite jarang digunakan untuk produksi
planlet secara komersial terutama di Indonesia karena harganya mahal (Kadhimi,
Ahsan, et al. 2014).
Kultur yang kurang berhasil,
kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang kurang murni. Tidak boleh
sembarang air dapat digunakan untuk membuat media kultur. Contohnya air sumur
atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak kontaminan, bahan
inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk membuat media
harus benar-benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95%
komponen media. Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat
disebabkan oleh rendahnya kualitas air yang digunakan. Untuk menghindari hal
tersebut, maka sebaiknya digunakan air yang telah dimurnikan atau yang sering
kita sebut air destilata (akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan
alasan ini, sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai
alat penyulingan air (water destilator) atau setidaknya alat pembuat air bebas
ion (deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan air destilata adalah
dengan cara mengubah air menjadi uap air, kemudian mengkondensasikan uap air
tersebut. Maka, jadilah air destilata yang tidak lagi berisi mineral atau senyawa
organik (Kadhimi, Ahsan, et al. 2014).
Keasaman (pH) adalah nilai yang
menyatakan derajat keasaman atau kebasaan larutan dalam air. Sel-sel tanaman
yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang
relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 – 6,0. Faktor pH dalam media
juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan
pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus
mempertimbangkan faktor-faktor.
1.
Kelarutan dari garam-garam penyusun media.
2.
Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan
garam – garam lain.
3.
Efisiensi pembekuan agar-agar.
Menurut Metwali, E., O. Al-Maghrabi (2012), sel-sel
tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan
pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH)
atau HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan.
BAB III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu
dan Tempat
Waktu : Sabtu, 21 Mei 2016
Tempat : Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2
AlatdanBahan
Alat :
1.
Beaker glass
2.
Timbangan
3.
Pengaduk
4.
pH meter
5.
Pemanas
6.
Botol
ketebalan 1 cm
7.
Aluminium foil
8.
Autoclave
Bahan :
1.
NH4NO3
2.
Aquades
3.
Gula
4.
Agar
5.
NaOH
6.
HCl
3.3 Prosedur
Kerja
1.
Cara membuat
stok dengan volume 1 liter
Contoh :
Membuat stok NH4NO3
1650 mg/lt dengan pengambilan 20 ml. Berapa NH4NO3 yang
ditimbang ?
Jawab :
N1. V1 = N2. V2
N1. 20 = 1650. 1000
N1 = 82500 mg
2.
Pembuatan
media padat MS kultur jaringan sebanyak 1 liter
.
3.4 Parameter
Pengamatan
No
|
Pengamatan hari ke
|
|||
1
|
2
|
3
|
Dst
|
|
∑ K
|
∑ K
|
∑ K
|
∑ K
|
|
1
|
0 -
|
0
-
|
0
-
|
Dst
|
2
|
|
|
|
|
Dst
|
|
|
|
|
Keterangan :
∑ = Jumlah kontaminasi
K = Jenis kontaminasi
J = Jamur
B = Bakteri
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
No
|
Pengamatan hari ke
|
|
2 ( Selasa)
|
5 ( Kamis)
|
|
∑ K
|
∑ K
|
|
1
|
0 -
|
0 -
|
2
|
0 -
|
0
-
|
3
|
0 -
|
0
-
|
4
|
0 -
|
0
-
|
5
|
0 -
|
0
-
|
6
|
0 -
|
0 -
|
Keterangan :
∑ = Jumlah kontaminasi
K = Jenis kontaminasi
J = Jamur
B = Bakteri
4.2 Pembahasan
Pada praktikum
kali ini yaitu tentang media kultur jaringan, yang bertujuan untuk mempelajari
cara pembuatan media dengan baik dan benar, dan mengenal perbedaan
bermacam-macam media kultur jaringan.
Media
merupakan Salah satu faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kerja kultur
jaringan, yaitu pemberian nutrisi dalam jumlah dan perbandingan yang benar pada medium kultur.
Dalam praktikum kali ini, menggunakan media Murashige dan
Skoog (MS) karena media ini mempunyai keunggulan yaitu kandungan nitrat, kalium
dan amoniumnya yang tinggi, dan jumlah hara anorganiknya yang layak untuk
memenuhi kebutuhan banyak sel tanaman dalam kultur. Sedangkan kekurangan dari
media MS adalah jika terlalu banyak MS yang diberikan maka akan menghambat
pertumbuhan tunas bahkan tidak terjadi pertumbuhan, selain pertumbuhan tunas
yang dihambat, pertumbuhan akar, tinggi tanaman juga bisa terhambat .
Salah satu bahan
yang digunakan dalam pembuatan media MS ini yaitu NaOH 1 N dan HCl 1 N, dimana
fungsi dari kedua larutan tersebut yaitu menstabilkan pH pada campuran media MS
agar pH dari media tersebut menjadi 5,8 ini bersifat asam, jadi jika larutan
tersebut terlalu asam maka menambahkan dengan larutan NaOH sedangkan terlalu
basa maka menambahkan dengan larutan HCl atau dengan kata lain yaitu penambahan
NaOH untuk menaikkan pH sedangkan penambahan HCl untuk menurunkan pH, sampai
larutan tersebut sesuai dengan pH yang diinginkan. pH diatur menjadi 5,8-6,3
ini bertujuan agar menyediakan pH yang cocok untuk pertumbuhan
eksplan. Apabila pHnya kurang dari 5 atau lebih dari 7 maka akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Hal ini berkaitan dengan pengaruh pada
ketersediaan unsur hara tersebut. Manfaat pH
dalam media tanam adalah untuk menjaga
kestabilan membrane sel dan sitoplasma, membantu penyerapan unsur hara, dan
mengatur sifat padat pada agar (dalam media padat).
Cara membuat media yaitu pertama-tama yang dilakukan adalah menyiapkan bahan
baku MS yang terdiri dari unsur makro nutrient, vitamin, glukosa, dan ZPT. Memasukkan bahan-bahan tersebut mulai kedalam beaker glass menggunakan bol
pipet volume (bol pipet), serta aquades sebanyak 200 ml, menambahkansukrosa sebanyak 6 g,
agar sebanyak 1,6 g kemudian media diaduk dengan menggunakan stirrer di atas
hot plate sampai mendidih .
Setelah
mendidih media di tuangkan ke dalam botol-botol media yang berjumlah 8 yang
telah disiapkan. Botol-botol media yang sudah berisi media kemudian ditutup
menggunakan alumunium foil, selanjutnya disterilisasi dengan autoclave. Teknik
sterilisasi media sama dengan sterilisasi alat selama kurang lebih 2 jam.
Setelah itu botol-botol media diletakkan pada rak kultur dan dilakukan
pengamatan setiap hari selama 6 hari berturut-turut.
Hasil pengamatan yang
diperoleh dari setiap kelompok berbeda-beda, hal ini dikarenakan tiap-tiap kelompok menggunakan
media MS dengan perlakuan yang berbeda pula. Pada pembuatan medium
MS menggunakan beberapa komposisi media dasar dengan jenis stok A (NH4NO3)
sebanyak 5
ml, stok B (KNO3) 5
ml, stok C (CACl2H20) 2,5 ml, stok D (MgSO4.7H2O + KH2PO4)
2,5
ml, stok E (FeSO4.7H2O
+ NaEDTA) 0.25 ml, stok F (MnSO4.4H2O + ZnSO4.7H2O + H3BO3 + KI + Na2MoO4.H2O + CoCl2.6H2O)
0,25
ml, Mio-inositol 2,5
ml, vitamin sebanyak 0,25
ml dan sukrosa sebanyak 7,5
gram.
Berdasarkan
data yang telah diperoleh tidak terjadi kontaminasi pada semua medium, hal
tersebut dikarenakan medium yang telah dibuat dan dimasukkan dalam botol kultur
dilakukan sterilisasi pada akhir pembuatan dengan autoclave, walaupun alat-alat yang digunakan, ruang kerja saat pembuatan media
dan praktikan yang melakukan pembuatan medium tidak dalam keadaan steril total. Karena kondisi akhir yang steril akan menentukan berhasil
atau tidaknya suatu kegiatan kultur jaringan. Jika kondisinya tidak steril,
maka akan mudah terjadi
kontaminasi sehingga kemampuan totipotensi
sel pada kultur akan terhambat. Hal ini
sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh ( Rane, Madhavi & Salman khan
2016).
Berdasarkan jenisnya
media ada berbagai macam yaitu medium dasar Murashige dan Skoog (MS) yang
paling sering digunakan dalam berbagai jenis teknik kultur jaringan. Medium
yang kedua yaitu Medium dasar B5 atau Gamborg yang biasanya digunakan untuk
kultur suspensi sel kedelei, alfafa dan legum (kacang-kacangan) lain. Medium
jenis ketiga yaitu Medium dasar White yang biasanya digunakan untuk kultur
akar. Salah satu kelemahannya karena medium satu ini merupakan medium dasar
dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah. Setelah itu Medium Vacin
Went (VW) yang memang hanya dapat digunakan khusus untuk medium anggrek.
Selanjutnya adalah Medium dasar Nitsch dan Nitsch yang biasanya hanya digunakan
untuk kultur tepungsari (pollen) dan kultur sel. Setelah itu adalah Medium
dasar Woody Plant Medium (WPM) yang biasanya digunakan untuk tanaman yang
berkayu. Medium selanjutnya yaitu Medium dasar Schenk dan Hildebrandt yang
biasanya digunakan untuk kultur jaringan tanaman monokotil. Media yang terakhir
adalah Medium dasar N6 yang hanya dapat digunakan untuk tanaman serealia
terutama padi hal ini ditegaskan dalam buku Teknik
Kultur Jaringan karangan Hendaryono, 1994). Media berdasarkan bentuknya
yaitu media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel,
seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang
dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu
bergerak, tergantung kebutuhan hal ini
ditegaskan (Willadsen 1979 dalam buku Kuljar
Skala Rumah Tangga oleh Yuliarti, 2010) dan Delcheh, K. S.
(2014).
Media kultur jaringan tanaman
umumnya harus mengandung beberapa atau semua komponen berikut: makronutrien,
mikronutrien, vitamin, asam amino atau suplemen nitrogen, sumber (s) dari
karbon, suplemen organik terdefinisi, pengatur tumbuh dan agen memperkuat
(agar) hal ini sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh Kadhimi, A.A ( 2014).
Unsur-unsur penting dalam sel
tanaman atau media kultur jaringan meliputi, selain C, H dan O, macroelements:
nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S) untuk pertumbuhan dan
morfogenesis memuaskan. Mikronutrien penting (elemen minor) untuk sel tanaman
dan pertumbuhan jaringan termasuk besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B),
tembaga (Cu) dan molibdenum (Mo). besi
biasanya yang paling penting dari semua mikronutrien hal ini sudah
sesuai dengan jurnal internasional Kadhimi, A.A (2014).
Dalam media kultur sel tanaman,
selain sukrosa, sering digunakan sebagai sumber karbon pada konsentrasi 2-5%, karbohidrat lainnya juga
digunakan. Ini termasuk laktosa, galaktosa,
maltosa dan pati dan mereka dilaporkan menjadi kurang efektif daripada
baik sukrosa atau glukosa, yang terakhir adalah sama lebih efektif daripada
fruktosa mengingat glukosa dimanfaatkan oleh
sel-sel di awal, diikuti dengan fruktosa. sukrosa adalah dilaporkan
untuk bertindak sebagai morphogenetic pemicu dalam pembentukan tunas tambahan
dan percabangan akar adventif. Beberapa
tanaman yang mampu mensintesis persyaratan penting dari vitamin untuk
pertumbuhan mereka. hal ini sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh
Kadhimi, A.A (2014).
Beberapa vitamin yang diperlukan
untuk pertumbuhan normal dan perkembangan tanaman, mereka dibutuhkan oleh
tanaman sebagai katalis dalam berbagai proses metabolisme. Mereka dapat
bertindak sebagai pembatas faktor untuk pertumbuhan sel dan diferensiasi ketika
sel-sel dan jaringan tanaman tumbuh in vitro. Vitamin yang paling banyak
digunakan di media sel dan kultur jaringan meliputi: thiamin (B1), Nicotinic
asam dan pyridoxine (B6). Thiamin sangat dibutuhkan oleh semua sel untuk
pertumbuhan. hal ini sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh Kadhimi, A.A
(2014) dan Delcheh,
K. S. (2014).
Asam amino
memiliki peranan dalam meningkatkan pertumbuhan dan regenerasi tanaman dari
kultur jaringan in vitro. Asam amino juga diperlukan untuk pertumbuhan
optimal biasanya disintesis oleh sebagian besar tanaman. Namun, penambahan asam
amino tertentu atau campuran asam amino sangat penting untuk membangun kultur
sel dan protoplas. Asam amino menyediakan sel tumbuhan dengan sumber nitrogen
yang mudah diasimilasi oleh jaringan dan sel lebih cepat dari anorganik sumber
nitrogen. hal ini sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh Kadhimi, A.A (2014)
dan Delcheh, K. S. (2014).
Hormon adalah senyawa organik yang
diproduksi secara alami dalam tanaman yang lebih tinggi. Mereka mempengaruhi
pertumbuhan. hormon biasanya aktif di beberapa bagian tanaman. Selain senyawa
alami, senyawa buatan yang diproduksi yang Sesuai dengan jenis alami. Keduanya
disebut "regulator Pertumbuhan". Peranan hormon dalam media kultur
jaringan yaitu sebagai regulator pertumbuhan, terutama Auksin dan Sitokinin,
yang lebih penting. Bahkan, kultur in vitro adalah mustahil tanpa horrmon.
Auxins adalah salah satu pengatur tumbuh yang menyebabkan pemanjangan sel,
jaringan bengkak, meiosis dan embriogenesis di suspensi sel. Auxins termasuk
IAA (Indole asam 3-asetat), IBA (Indole 3-Butyric Acid), NAA (1-Naphtalene Asam
asetat) dan 2, 4- D (2, asam 4-Dicholorophenoxyacetic) untuk menambah Media.
IAA adalah bentuk alami dan yang lain adalah buatan dan lebih aktif dari itu.
Auxins umum digunakan dalam media tanam kultur jaringan meliputi: indole-3-
asam asetat (IAA), indole-3- butric
acide (IBA), 2,4-Dichlorophenoxy-acetic acid (2,4-D) dan asetat naphthalene-
acid (NAA). IAA adalah satu-satunya auksin alam yang terjadi di jaringan
tanaman Ada yang lain auksin sintetis yang digunakan dalam media kultur seperti
4-chlorophenoxy asam asetat atau p-kloro- asam asetat fenoksi (4-CPA, PCPA),
asam asetat 2,4,5-trikloro-fenoksi (2,4,5 T), 3,6- dikloro-2-methoxy- asam
benzoat (dikamba) dan 4- amino-3,5,6-trikloro-picolinic asam (picloram). hal
ini sudah sesuai dengan jurnal internasional oleh Delcheh, K. S. (2014).
Komposisi
dari media Murashige & Skoog yang dipakai pada saat praktikum terdiri dari
beberapa nutrisi yang terbagi menjadi 10 botol dengan komposisi dan jenis bahan
kimia yang berbeda. Sedangkan perlakuannya menggunakan variabel 2,4D 0,5 ppm
untuk kelompok 1, BAP 0,05 ppm kelompok 2, IAA 0,5 ppm kelompok 3, 0,1 BAP dan
0,5 IBA 0,5 ppm kelompok 4. Pada variabel tersebut terdapat hormone 2,4 D, IAA,
BAP, dan IBA ini dijadikan perlakuan untuk mengetahui pertumbuhan yang akan
terjadi pada medium.
Zat
tersebut berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam
kultur sel, jaringan, dan organ. Menurut Gunawan (1987)
dalam Ratna (2008) mengemukakan bahwa pada metode kultur jaringan, penggunaan
auksin dan sitokinin sudah banyak digunakan. Hormon yang berupa 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D),
Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat
(IBA) ini termasuk ke dalam hormone auksin. Sebab, golongan tersebut memiliki
peran dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Auksin dipakai karena
berguna untuk merangsang pertumbuhan kalus pada kulit batang singkong, akar,
serta pucuk. Auksin akan diproduksi pada
ujung batang yang selanjutnya akan muncul dominansi apical yakni
peristiwa ujung batang yang terus tumbuh serta menghambat munculnya tunas
samping (axillary bud).
Selain auksin juga beriringan dengan
fungsi dari kerja hormone sitokinin yang sebaliknya diproduksi pada bagian
akar,selanjutnya akan ditranspor ke arah pucuk serta daun dan memicu
pembentukan tunas samping (jika diperlakukan pemotongan pada batang)
mengakibatkan produksi auksin terhambat. Ketika konsentrasi
auksin lebih besar daripada sitokinin maka kalus akan tumbuh, dan bila
konsentrasi sitokinin lebih besar dibandingkan auksin maka tunas akan tumbuh
(Ratna, 2008). Hormon Sitokinin
berperan menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk,
mengatur pembelahan sel dan morfogenesis. Bentuk dari sitokinin yang digunakan
dalam praktikum media kultur jaringan ni adalah benzilaminopurine (BAP). Dosis
atau komposisi pada saat pemakaian harus tepat, karena jika terlalu banyak
maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan
berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Sebab peran dari setiap interaksi
antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel. Ini
yang menjadi alasan bahwa auksin dan sitokini dipakai sebagai hormone
pertumbuhan media kultur jaringan yang akan ditaman, dari fungsinya mereka
saling berkaitan untuk membentuk tunas, kalus, bahkan akar.
Meskipun hasil pengamatan banyak
yang tidak terkontaminasi ini menandakan bahwa setelah 3-5 hari tidak ada
kontaminan berarti pathogen, jamur, bakteri tidak dapat tumbuh. Namun, jika
saat sterilisasi dapat tumbuh pathogen tersebut berarti saat media di autoclave
terjadi kebocoran almunium foil/ autoclave belum tertutup rapat. Penyebab
kontaminasi setelah di autoclave bisa dari almunium foil yang berlubang. Suhu
yang digunakan belum samapi suhu 121 derajat sebab pada autoklaf yang menggunakan
prinsip penguapan saat 20 menitakan mencapai suhu 121 derajat. Posisi dari
gelas harus tertutup rapat dengan almunium foil yang berlapis dua dengan posisi
tegak. Sterilisasi sangat pentinga sebab keberhasilan saat pengamatan sangat
tergantung dari keberhasilan dari mensterilisasi media kultur jaringan.
Beberapa faktor lain dari kontaminasi adalah air steril dapat menjadi penyebab
kegagalan berasal kontaminan. Seharusnya air steril tersebut dapat tumbuh
karena telah menempel pada eksplan. Saat telah siap di biakkan syarat tempat
inkubasi harus bersih karena jika tidak bersih harus dipindahkan ke tempat
inkubasi yang pada suhu laboratorium tertentu (suhu nyala AC diatur). Selain itu adanya kontaminan disekeliling
botol, bahkan di sekitar leher botol. Maka pada saat subkultur, bila kita tidak
hati-hati maka akan terjadi kontaminan sebab pathogen dapat masuk ke dalam
botol atau telah menempel pada eksplan.
BAB
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Cara
membuat media yang baik dan benar yaitu pertama-tama adalah menyiapkan larutan
baku MS yang terdiri dari unsur-unsur hara baik unsur hara makro maupun unsur
hara mikro, vitamin serta ZPT.,kemudian mengambil satu demi satu larutan stok A
hingga larutan stok F. Kemudian memasukkan unsur hara tersebut kedalam beaker
glass liter dengan menggunakan bol pipet,selanjutnya menimbang gula sebanyak
7,5 gr dan bahan agar sebanyak 2 gr dan memasukkan kedalam beaker glass.
Kemudian menambahkan aquades sebanyak 200 ml, kemudian mengaduk campuran
tersebut diatas stirer dan mengukur keasaman PH dengan menambahkan NaOH jika PH
terlalu asam dan menambahkan HCL jika PH teralu basa, kemudian mendidihkan
diatas pemanas hingga homogen ,setelah mendidih diamkan sejenak kemudian
menuangkan kedalam 10 botol kultur yang telah disiapkan dan menutup dengan
alumunium foil, kemudian mensterilkan botol-botol media menggunakan autoclave
selama 2 jam dengan temperature 121oC dengan tekanan 17,5 psi,
terakhir meletakkan di atas rak kultur dan melakukan pengamatan pada media
kultur.
2. Media
tanam kultur jaringan terdiri dari dua jenis yaitu, media cair dan media padat.
Media cair digunakan untuk menumbuhkan eksplan sampai terbentuk PLB (protocorm
like body) yaitu eksplan yang akan tumbuh jaringan seperti kalus berwarna
putih. Media padat digunakan untuk menumbuhkan PLB sampai terbentuk planlet.
Terdapat banyak macam-macam media dasar yang diberikan nama sesuai dengan
penemunya.
a. Medium
Murashige dan Skoog yang biasanya disingkat MS, medium ini biasanya digunakan
untuk hampir semua macam tanaman, terutama tanaman herbaceus. Medium ini juga
banyak digunakan untuk kultur kalus dan tunas, yang mempunyai konsentrasi
garam-garam mineral yang tinggi, dan senyawa N dalam bentuk ammonium dan
nitrat.
b. Medium
Gamborg yang biasanya disingkat dengan B5, medium ini digunakan untuk kultur
suspensi sel kedele, alfalfa dan legume lain.
c. Medium
white yang biasnaya disingkat dengan W63, merupakan medium dasar yang memiliki
konsentrasi garam-garam mineral rendah, medium ini diggunakan untuk kultur
akar.
d. Medium
vasint dan went yang biasanya disingkat dengan VW, medium ini digunakan untuk
kultur embrio anggrek.
e. Medium
nitsch dan nitsch yang digunkan untuk kultur mikrospora dan kultur sel pada
tembakau.
f. Medium
N6 yang digunakan untuk kultur jaringan serealia terutama padi.
g. Medium
WPM yang umumnya digunakna untuk tanaman berkayu
h. Medium
kao dan michayluk yang digunakan untuk kultur protoplas Crucuferae, Grarmneae
dan Leguminosae.
5.2
Saran
Dalam kegiatan
praktikum sebaiknya praktikan tidak telalu banyak berbicara sehingga akan
menyebabkan kebisingan dan pada proses praktikum berlangsung sebaiknya segera
melakukan dan tidak banyak berbicara yang membuat praktikan yang menuggu
giliran lama menunggu,kemudian pembagian tugas antar kelompok harus seimbang
agar tidak cenderung pada satu pekerjaan saja yang akan menjadi bergerombol di
satu tempat saja.sehingga kegiatan praktikum menjadi tidak kondusif.dan
mengurangi berbicara didalam kelas karena yang sedang dipraktikumkan
membutuhkan kesterilan.
DAFTAR
PUSTAKA
A, Ahsan.,dkk. Tissue Culture and Some of The Factors
Affecting Them And The Micropagation Of Strawberry. Life Science Journal 2014: 11 (8).
Campbell, et al.
2012. Biologi Edisi
Kedelapan Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Delcheh,Kobra.S.,dkk. 2014. A Review Optimization Of
Tissue Culture Medium Medicinal Plant Thyme. International Journal Of Forming And Allied Science. Vol.3 (9).
Metwali, E., O. Al-Maghrabi. 2012. Effectiveness
of Tissue Culture Media Components on
The Growth and Development of Cauliflower (Brassica oleracea var.
Botrytis) Seedling Explants in vitro. African Journal of
Biotechnology. Vol:
11(76).
Kadhimi,
Ahsan, et al. 2014. Tissue Culture and Some of The Factors Affecting Them and The
Micropropagation of Strawberry. Life Science Journal.
Vol: 11(8).
Patel, H., R. Krishnamurthy,. 2013. Elicitors in
Plant Tissue Culture. Journal of
Pharmacognosy and Phytochemistry.Vol: 2(2).
Rane,Madhari & Salman Khan .2016. Study Of
Bacteria And Fungi Isolate From Contaminated Banana Tissue Culture.
International Journal Of Innovative Research In Science,Engineering And
Technologi. Vol 5.
Ratna, Intan.
2008. Peranan dan Fungsi fitohormon Bagi
Pertumbuhan Tanaman. Bandung. Universitas Padjajaran. 43 hal
Yuliarti,
Nurheti. 2010. KULTUR JARINGAN TANAMAN
SKALA RUMAH
TANGGA.
Yogyakarta: Lily Publisher 1
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar